Jumat, 23 November 2007

simbol-simbol sufi

Shufi memiliki lambang-lambang atau simbol-simbol di antara­nya:

1. Lambang dalam ibadah-ibadah:

Orang-orang sufi mempercayai bahwa shalat, puasa, haji, dan zakat itu ibadah orang awam. Adapun mereka (orang sufi) maka menamakan diri mereka sebagai orang khas (khusus) atau khashatul khasah/ khawasus khawas (paling khusus). Oleh karena itu mereka memiliki ibadah-ibadah khusus. (Al-Fikrus Shufi, hal 61).

Setiap kaum sufi membuat syari'at ibadah khusus untuk mereka seperti dzikir-dzikir khusus dengan gerakan-gerakan tertentu, berkhalwat (menyepi) dan punya aturan khusus tentang makanan-makanan. Mereka juga punya aturan khusus tentang pakaian, dan halaqah (lingkaran pertemuan) khusus.

Di dalam Islam, ibadah itu untuk menyucikan jiwa (tazkiyatun nafs) dan membersihkan masyarakat. Tetapi di dalam tasawwuf, ibadah itu tujuannya untuk mengikatkan hati kepada Allah untuk menjumpaiNya secara langsung menurut pengakuan mereka, dan bersa­tu (meleburkan diri/fana') dengan Allah, mengambil yang gaib dari Rasul dan berkelakuan dengan akhlaq Allah, sehingga sufi mengatakan kepada sesuatu, "kun fa yakuun" (jadilah maka jadi), dan mengawasi rahasia-rahasia makhluk, melihat segala kekuasaan, dan mengelola/ merubah alam.

Tasawwuf tidak memperdulikan perbedaan syari'at bikinan sufi dengan kenyataan syari'at Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. Maka narkotika, khamr (minuman keras), dan campur aduk (ikhtilath) antara perempuan dengan lelaki dalam acara-acara maulid dan halaqah-halaqah (lingkaran pertemuan) dzikir, semua

(pelanggaran)nya itu tidak diperdulikan, karena wali sufi mempun­yai syari'at tersendiri yang dijumpai dari Allah secara langsung. Maka tidak diperdulikan, cocok atau tidak dengan syari'at Rasul Muhammad saw. karena masing-masing mempunyai syari'at. Syari'at Muhammad saw, menurut sufi, hanyalah untuk orang awam, sedang syari'at syeikh sufi untuk orang khawash/ khusus. (Al-Fikrus shufi, hal 61).

2. Tentang halal dan haram

Demikian pula dalam urusan halal dan haram. Pengikut wihdatil wujud (manunggaling kawula gusti/ Tuhan bersatu dengan alam atau diri manusia, suatu kepercayaan tasawwuf yang telah sampai pada kemusyrikan) dalam sufisme menganggap tidak ada sesuatupun yang diharamkan bagi mereka, karena segala sesuatu itu adalah wujud yang satu. Oleh karena itu di antara mereka ada yang jadi pezina, dan pehomo seks, dan ada yang 'mendatangi' keledai terang-terangan siang hari. Dan di antara mereka ada yang mempercayai bahwa Allah telah menggugurkan beban-beban hukum terhadap mereka dan Allah menghalalkan kepada orang-orang sufi hal-hal yang diharamkan untuk orang lain. (Al-Fikrus Shufi, hal 62).

3. Dalam pemerintahan, kekuasaan, dan politik

Adapun dalam hal pemerintahan, kekuasaan, dan politik, maka manhaj (jalan yang ditempuh) sufi adalah meniadakan bolehnya melawan keburukan dan melawan kekuasaan-kekuasaan. Karena Allah, menurut tuduhan mereka, menegakkan hamba-hamba dalam hal yang Dia kehendaki.

4. Dalam pendidikan

Barangkali yang paling berbahaya dalam syari'at sufi ialah manhaj mereka (jalan yang mereka tempuh) dalam pendidikan, di mana mereka membujuk akal manusia, dan melenakan akal. Hal itu dengan memasukkan akal mereka ke dalam metode evolusi (bertahap), dimulai dengan menjinakkan, kemudian menakuti dan mengagungkan ajaran tasawwuf dan tokoh-tokohnya, kemudian dengan membuat kerancuan pemahaman (talbis/ pencampuradukan dan pemutar balikan yang haq dengan yang batil) atas pribadi seseorang, kemudian dengan mengarahkan ke ilmu-ilmu tasawwuf sedikit-demi sedikit, kemudian dengan mengikatkan pada tarekat, dan menutup semua jalan untuk keluar setelah itu. (Al-Fikrus Shufi, hal 62).

Tidak ada komentar: