Jumat, 23 November 2007

Ibnu Arabi Dihukumi Kafir

Ajaran Ibnu Arabi yang sangat menyimpang dari Islam itu banyak mempengaruhi ummat Islam. satu segi karena syair-syair bahkan kata-kata yang dituduhkan sebagai Hadits (padahal palsu) dibuat dengan ungkapan yang mudah dihafal dan enak didengar. Segi yang lain, karena ummat Islam merasa perlu menghormati Nabi SAW sedemikian rupa, sedangkan syair-syair dan adat yang disebarkan justru banyak yang berbau ajaran tasawwuf model Ibnu Arabi.

Jauhnya kesesatan aqidah akibat tersebarnya faham Ibnu Arabi itu bukan hanya melanda ummat Islam awam, namun sampai ke orang yang disebut cendekiawan Muslim. Hingga seorang DR Nurcholish Madjid ketua Yayasan Wakaf Paramadina di Jakarta pernah mengemu­kakan pendapat, mengutip Ibnu Arabi, hingga mendapat tanggapan keras dari ummat Islam.

Dr. Nurcholish Majid menjawab pertanyaan pada Pengajian "Paramadina" di Kebayoran Baru tanggal 23 Januari 1987. Perta­nyaan Lukman berbunyi: "Salahkah Iblis, karena dia tidak mau sujud kepada Adam, ketika Allah menyuruhnya. Bukankah sujud hanya boleh kepada Allah?"

Dr Nurchalish Madjid, yang memimpin pengajian itu, menjawab --secara sambil lalu-- dengan satu kutipan dari pendapat Ibnu Arabi, dari salah satu majalah yang terbit di Damascus, Syria bahwa:

"Iblis kelak akan masuk syurga, bahkan di tempat yang terting­gi karena dia tidak mau sujud kecuali kepada Allah saja, dan inilah tauhid yang murni."

DR Nurchalish Madjid tidak memberi komentar apa-apa, setuju atau tidaknya dia sendiri, dengan ucapan Ibnu Arabi itu, tidak pula diterangkannya, siapa Ibnu Arabi itu. (Yayasan Islam Al-Qalam Ma'had Ad-Diraasaatil Islamiyyah Jakarta, Jawaban Tuntas untuk Dr Nurchalish Madjid tentang Ibnu Arabi dan Syetan Masuk Syurga, 1407H, hal 1).

Selanjutnya, Ma'had itu menjelaskan duduk soal kesesatan Ibnu Arabi, dan sejumlah ulama yang telah mengkafirkan, atau memurtad­kannya, akibat tulisan-tulisan Ibnu Arabi yang sangat bertentan­gan dengan aqidah Islam.

Ibnu Arabi dan pokok-pokok ajaran sesatnya

Ibnu Arabi, nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad ibn Ali Muhyid­din Al-Hatimi at-Thai al-Andalusi, dikenal dengan Ibnu Arabi (bukan Ibnul Arabi yang ahli tafsir). Ibnu Arabi ini dianggap sebagai tokoh tasawwuf falsafi, lahir di Murcia Spanyol, 17 Ramadhan 560 H/ 28 Juli 1165M, dan mati di Damaskus, Rabi'uts Tsani 638H/ Oktober 1240M.

Inti ajarannya didasarkan atas teori wihdatul wujud (manunggaling kawula Gusti/menyatunya makhluk dengan Tuhan) yang menghasilkan wihdatul adyan (kesatuan agama, tauhid maupun syirik) sebagai hasil dari gabungan teori-teori al-ittihad (manunggal, melebur jadi satu antara si orang sufi dan Tuhan) dengan mengadakan al-ittishal atau emanasi. Atau sebagai hasil dari gabungan pemikiran tentang teori Nur Muhammadi (yang pertama kali diciptakan adalah Nur Muhammad, kemudian dari Nur Muhammad itu diciptakan makhluk-makhluk lain) dari Al-Khaliq dengan pemikiran Al-Aqlu al-awwal (akal pertama) --seperti telah diterangkan pada bab Nur Muhammad atau Hakekat Muhammad tersebut di atas--. Ibnu Arabi banyak dipengaruhi oleh filsafat Masehi atau Nasrani.

Berikut ini ringkasan pandangan Ibnu Arabi yang nyata-nyata bertentangan dengan Islam, diringkas oleh Yayasan Islam Al-Qalam, satu induk dengan LPPI (Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Islam) yang banyak menyoroti aliran-aliran sesat.

Pandangan Ibnu Arabi berkisar pada:

- Berusaha menghancurkan/ membatalkan agama dari dasarnya.

- Semua orang berada pada As-Shirath Al-Mustaqim (jalan lurus).

- Wa'ied (janji) dari Allah tidak ada sama sekali.

- Khatim al-Awliya' (penutup para wali) lebih tinggi daripada Khatim Al-Anbiya' (penutup para nabi), karena wilayah (kewalian) lebih tinggi daripada Nubuwwah (kenabian).

Ibnu Arabi banyak mengarang buku untuk menyiarkan ajaran-ajaran dan pendapatnya. Bukunya yang paling terkenal adalah al-Futuhat al-Makkiyyah dan Fushul Al-Hukm.

Sorotan tajam terhadap pendapat Ibnu Arabi telah dilakukan oleh para ulama dan dituangkan dalam tulisan yang cukup mudah dideteksi tentang penyelewengan yang disebarkan Ibnu Arabi itu. Di antara pendapat dari Ibnu Arabi dan pengikut-pengikutnya adalah:

- Wali lebih tinggi dari nabi (Masra' At-Tasawwuf, 22).

- Untuk sampai kepada Allah, tidak perlu mengikuti ajaran para nabi (syara'), (Masra' At-Tasawwuf, 20).

- Semua ini adalah Allah, tidak ada nabi/rasul atau malaikat. Allah adalah manusia besar. ( Fushush Al-Hukm, 48, Masra' At-Tasawwuf, 38).

- Tidak sah khilafah kecuali kepada insan kamil.

- Allah membutuhkan pertolongan makhluk. (Fushush Al-Hukm, 58-59).

- Nabi Nuh as. termasuk orang kafir (Masra' at-Tasawwuf, 46-47).

- Da'wah kepada Allah adalah tipu daya. (Fushush Al-Hukm, 772/Masra' At-tasawwuf, 66).

- Al-haq adalah al-khalq/ makhluq (Masra' At-Tasawwuf, 62).

- Hukum alam adalah Allah itu sendiri. (Masra' At-Tasawwuf, 70).

- Hamba adalah Tuhan. (Fushush Al-Hukm, 92-93; Masra' at-Tasaw­wuf, 75).

- Neraka adalah surga itu sendiri. (Fushush Al-Hukm, 93-94).

- Al-Quran mempunyai dua arti, lahir dan batin.

- Dalam anggapan Ibnu Arabi, dia berkumpul dengan para nabi.

- Perbuatan hamba adalah perbuatan Allah itu sendiri. (Fushush Al-Hukm, 143).

- Ad-dhal (orang yang sesat) adalah al-muhtadi (orang yang mendapat petunjuk), al-kafir adalah al-mu'min. (Masra' at-Tasawwuf, 108).

- Hawa nafsu adalah tuhan terbesar.

- Fir'aun adalah mukmin dan terbebas dari siksa neraka. (Fushush Al-Hukm, 181; Masra' At-Tasawwuf, 111).

- Wanita adalah tuhan. (Fushush Al-Hukm, 216; Masra' at-tasawwuf, 143).

- Hakekat ketuhanan tampak jelas dan utuh pada nabi-nabi as.

- Fir'aun adalah tuhan Musa. (Fushush Al-Hukm, 209; Masra' at-Tasawwuf, 122).

Setelah mengemukakan pendapat-pendapat Ibnu Arabi tersebut, yayasan Al-Qalam yang membantah Dr Nurchalish Madjid lewat risalah kecil itu berkomentar: "Demikianlah pendapat-pendapat Ibnu Arabi dan pengikut-pengikutnya yang kacau balau, dan jelas bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah, bertebaran dalam kitab-kitab yang mereka tulis." (Jawaban Tuntas untuk Dr Nurchalish Madjid, hal 4).

Semua pendapat yang kacau balau dari Ibnu Arabi itu, menurut Yayasan Al-Qalam, tampak jelas pada tulisan-tulisan atau syair-syair yang tercantum dalam kitab-kitab yang ditulis oleh Ibnu Arabi dan pengikut-pengikutnya antara lain Ibnu Faridh.

Menurut pengakuan Ibnu Arabi, kitab Futuhat al-Makiyyah adalah Imla' (dikte) langsung dari Allah SWT kepadanya. Sementara itu Kitab Fushul Al-Hukm karangan Ibnu Arabi pula adalah pemberian langsung dari Rasulullah saw. kepadanya. (Ensyclopedi Britanica: 12/33). Padahal, jarak waktunya sangat jauh. Rasulullah saw. wafat abad ke tujuh Masehi, sedang Ibnu Arabi hidup pada abad ke 13 Masehi.

Banyak ulama yang mengkafirkan Ibnu Arabi

Selanjutnya, risalah Jawaban Tuntas untuk Dr Nurchalish Madjid menjelaskan: Karena pendapat-pendapat Ibnu Arabi (yang bertentangan dengan Islam) ini, maka banyak ulama yang mengkufurkan atau mengilhadkannya atau menghukumi murtad, walaupun ada sebagian kecil yang menerima pendapatnya bahkan menyiarkannya.

Disebutkan dalam daftar, ada 37 ulama yang mengkafirkan atau memurtadkan Ibnu Arabi.

Di antara ulama yang yang menghukumi Ibnu Arabi menjadi kafir, mulhid atau murtad adalah:

1. Ibnu Sayyid An-Nas (wafat 734H).
2. Ibnu Daqieq Al- 'Ied (w 702H).
3. Ibnu Taimiyyah (w 728H).
4. Ibnu Al-Qayyim Al-Jauzi (w 751H).
5. Qadhi 'Iyyadh (w 744H).
6. Al-'Iraqi (w 826H).
7. Ibnu hajar Al-'Asqalani (w 852H).
8. Alauddin al-Bukhari.
9. Abu Zur'ah.
10. Al-Udhd (w 757H).
11. Al-Jurjani (w 814H).
12. At-Taftazani (w 792H).
13. Muhammad ibnu Ali bin Yaqub (w 814H).
14. Abi Hayyan (w 654H).
15. Taqiyuddin As-Subqi
16. Isa Ibnu Mas'ud Az-Zawawi (w 743H).
17. Ali Ibnu Yaqub Al-Bakri
18. Al-Baalisi (w 829H).
19. Ibnu Nuqas (w 763H).
20. Ibnu Hisyam (w 761H).
21. Syamsuddin Ibnu Muhammad Al-Aizari.
22. Lisanuddin Ibnul Khatib (w 766H).
23. Muhammad Ibnu Ahmad al-Bishati.
24. Ibnu Khayyath (w 811H).
25. Ismail Ibn Abi Bakri Al-Muqri (w 875H).
26. Izzuddin Ibn Abdissalam (w 660H).
27. Ibrahim Ibnu daud Al-'Amidi (w 797H).
28. Abu Bakar Ibnu 'Ashim Al-Kinani.
29. Sulaiman Ibnu Yusuf Al-Yusufi (w 739H).
30. Ali Ibnu Abdillah Al-Ardabili (w 746H).
31. Musa Ibnu Muhammad Al-Anshari (w 803H).
32. Burhanuddin Al-Biqa'i (w 858H).
33. Ibnu Khaldun (w 808H).
34. An-Nawawi (w 676H).
35. Az-Zahabi (w 748H).
36. Al-Bulqini (w 805H).
37. Al-Maushili.

Dari nama mereka di atas ini, jelas mereka adalah merupakan imam-imam dunia dan merupakan panutan dari ummat Islam, dan mereka ini merupakan tokoh-tokoh ulama dari segala cabang ilmu islamy: 'Aqidah, tasawwuf, Hadits, Ushul Fiqh, Sejarah ketatane­garaan, Sosiologi dan lain-lain. (Jawaban Tuntas untuk Dr Nurcholish Madjid, hal 6).

Cukup jelas, sejumlah ulama tingkat dunia telah mengkafirkan Ibnu Arabi karena pendapat-pendapatnya dalam buku-bukunya berten­tangan dengan aqidah Islam. Sayang sekali, ummat Islam masih banyak yang aqidahnya tercemar oleh faham sufi falsafi model Ibnu Arabi. Hingga ketika penulis menjelaskan masalah sesatnya faham Nur Muhammadi kepada jama'ah masjid dalam pengajian, ternyata mereka bermuka merah sambil ada yang berkata bahwa banyak orang yang mempercayai Nur Muhammad memang ciptaan awal makhluk. Kemudian mereka baru bisa memahami, bila ungkapan Hadits palsu Laulaaka laulaaka lama khalaqtul aflaak, (seandainya bukan karena kamu (muhammad), seandainya bukan karena kamu (Muhammad), pasti aku tidak menciptakan seluruh alam); itu artinya Allah terikat dengan makhluk. Itu aqidah yang salah. Karena Allah tidak terikat oleh siapapun. Dia Maha Mutlak, tidak terikat.

simbol-simbol sufi

Shufi memiliki lambang-lambang atau simbol-simbol di antara­nya:

1. Lambang dalam ibadah-ibadah:

Orang-orang sufi mempercayai bahwa shalat, puasa, haji, dan zakat itu ibadah orang awam. Adapun mereka (orang sufi) maka menamakan diri mereka sebagai orang khas (khusus) atau khashatul khasah/ khawasus khawas (paling khusus). Oleh karena itu mereka memiliki ibadah-ibadah khusus. (Al-Fikrus Shufi, hal 61).

Setiap kaum sufi membuat syari'at ibadah khusus untuk mereka seperti dzikir-dzikir khusus dengan gerakan-gerakan tertentu, berkhalwat (menyepi) dan punya aturan khusus tentang makanan-makanan. Mereka juga punya aturan khusus tentang pakaian, dan halaqah (lingkaran pertemuan) khusus.

Di dalam Islam, ibadah itu untuk menyucikan jiwa (tazkiyatun nafs) dan membersihkan masyarakat. Tetapi di dalam tasawwuf, ibadah itu tujuannya untuk mengikatkan hati kepada Allah untuk menjumpaiNya secara langsung menurut pengakuan mereka, dan bersa­tu (meleburkan diri/fana') dengan Allah, mengambil yang gaib dari Rasul dan berkelakuan dengan akhlaq Allah, sehingga sufi mengatakan kepada sesuatu, "kun fa yakuun" (jadilah maka jadi), dan mengawasi rahasia-rahasia makhluk, melihat segala kekuasaan, dan mengelola/ merubah alam.

Tasawwuf tidak memperdulikan perbedaan syari'at bikinan sufi dengan kenyataan syari'at Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. Maka narkotika, khamr (minuman keras), dan campur aduk (ikhtilath) antara perempuan dengan lelaki dalam acara-acara maulid dan halaqah-halaqah (lingkaran pertemuan) dzikir, semua

(pelanggaran)nya itu tidak diperdulikan, karena wali sufi mempun­yai syari'at tersendiri yang dijumpai dari Allah secara langsung. Maka tidak diperdulikan, cocok atau tidak dengan syari'at Rasul Muhammad saw. karena masing-masing mempunyai syari'at. Syari'at Muhammad saw, menurut sufi, hanyalah untuk orang awam, sedang syari'at syeikh sufi untuk orang khawash/ khusus. (Al-Fikrus shufi, hal 61).

2. Tentang halal dan haram

Demikian pula dalam urusan halal dan haram. Pengikut wihdatil wujud (manunggaling kawula gusti/ Tuhan bersatu dengan alam atau diri manusia, suatu kepercayaan tasawwuf yang telah sampai pada kemusyrikan) dalam sufisme menganggap tidak ada sesuatupun yang diharamkan bagi mereka, karena segala sesuatu itu adalah wujud yang satu. Oleh karena itu di antara mereka ada yang jadi pezina, dan pehomo seks, dan ada yang 'mendatangi' keledai terang-terangan siang hari. Dan di antara mereka ada yang mempercayai bahwa Allah telah menggugurkan beban-beban hukum terhadap mereka dan Allah menghalalkan kepada orang-orang sufi hal-hal yang diharamkan untuk orang lain. (Al-Fikrus Shufi, hal 62).

3. Dalam pemerintahan, kekuasaan, dan politik

Adapun dalam hal pemerintahan, kekuasaan, dan politik, maka manhaj (jalan yang ditempuh) sufi adalah meniadakan bolehnya melawan keburukan dan melawan kekuasaan-kekuasaan. Karena Allah, menurut tuduhan mereka, menegakkan hamba-hamba dalam hal yang Dia kehendaki.

4. Dalam pendidikan

Barangkali yang paling berbahaya dalam syari'at sufi ialah manhaj mereka (jalan yang mereka tempuh) dalam pendidikan, di mana mereka membujuk akal manusia, dan melenakan akal. Hal itu dengan memasukkan akal mereka ke dalam metode evolusi (bertahap), dimulai dengan menjinakkan, kemudian menakuti dan mengagungkan ajaran tasawwuf dan tokoh-tokohnya, kemudian dengan membuat kerancuan pemahaman (talbis/ pencampuradukan dan pemutar balikan yang haq dengan yang batil) atas pribadi seseorang, kemudian dengan mengarahkan ke ilmu-ilmu tasawwuf sedikit-demi sedikit, kemudian dengan mengikatkan pada tarekat, dan menutup semua jalan untuk keluar setelah itu. (Al-Fikrus Shufi, hal 62).

kasyf, khurafat dari sufi

Tingkatan atau derajat tinggi yang diklaim oleh orang shufi ada pula yang mereka namakan kasyf (tersingkapnya tabir).

Kasyf, menurut kaum shufi adalah melihat hal yang ghaib dan menyaksikannya dengan tegas. Dengan demikian mereka mengaku atau meyakini, kalau sampai pada derajat kasyf itu maka mereka dapat mengetahui hal-hal yang gelap, rahasia-rahasia yang tersembunyi, dan memecahkan segala soal-soal yang pelik. (lihat HSA Al-Hamda­ni, Sanggahan terhadap Tashawuf dan Ahli Sufi, PT Al-Ma'arif

Bandung, cet. kedua, 1972, hal. 16).

Di antaranya ialah kepandaian membedakan hadits yang shahih dari yang dha'if (lemah). Maksud tujuannya ialah memperkuat madzhab dan kepercayaannya dengan hadits-hadits yang dibikin-bikin dan hadits-hadits yang dha'if, lalu dianggap sebagai hadits shahih dengan perantaraan kasyf itu. (ibid, hal 16).

Orang-orang yang meyakini kasyf membantah ulama yang tidak mau menjadikan lintasan-lintasan hati kaum shufi dan ilham-ilham mereka sebagai hujjah dalam hukum Islam. Karena kaum shufi meyak­ini bahwa ilham-ilham, lintasan-lintasan hati shufi, dan kasyfnya itu tidak mungkin akan salah. Hingga seorang pengarang kitab Fawatihur rahamaut syarah musallamits tsubut di dalam ushul fiqh, dan dia termasuk salah seorang yang memiliki kecenderungan shufi yang dhahir, menyanggah Al-Allamah Ibnul Hammam Al-Hanafi, yang menafikan atau menolak ilham sama sekali sebagai hujjah. Penga­rang kitab Fawatih (yang shufi itu) mengatakan:

"Sesungguhnya ilham tidak akan terjadi kecuali disertai penciptaan ilmu dharuri (ilmu yang ada dengan sendirinya) yang datang dari sisi Allah SWT, atau dari ruh Muhammady (ruh Nabi Muhammad). Maka pada saat itu tidak akan ada keraguan yang timbul akibat adanya kesalahan padanya (ilham). Ilmu seperti ini dera­jatnya lebih tinggi dibanding ilmu yang dihasilkan dengan dalil-dalil yang tidak qoth'i (tidak pasti). Maka aneh sekali, seorang syeikh seperti Al-Allamah Ibnul Hammam Al Hanafy menolak salah satu bejana ilmu. Barangkali beliau beranggapan bahwasanya ilham itu adalah sesuatu yang terjadi di dalam hati yang berasal dari

lintasan-lintasan hati, padahal bukan demikian. Apakah kamu belum mendengar atau mengetahui apa yang telah ditulis oleh Syaikh Quthbu Waqtihi (wali quthub pada zamannya) yaitu Abu Yazid Al-Bustamy -semoga Allah mensucikan kerahasiaannya yang mulia- terhadap sebagian ahli hadits: 'Kamu mengambil ilmu dari yang telah menjadi mayit, kemudian kalian kaitkan kepada Rasulullah saw, sedangkan kami mengambil ilmu dari Yang Maha Hidup dan Tidak

Pernah Akan Mati (Allah)!' (kitab Fawatihur Rahamaut, dicetak menjadi satu dengan kitab Al Mustashfa karya Imam Ghazaly: 2/372, seperti dikutip Dr Yusuf Al-Qardhawy dalam Mawaqiful Islam minal Ilham wal Kasyf..... diterjemahkan menjadi Sifat Islam terhadap Ilham, Kasyf, Mimpi, Jimat, Perdukunan, dan Jampi, Bina Tsaqafah Jakarta, cet I, 1417H/ 1997, hal 79-80).

Kemudian Dr Yusuf Al-Qardhawi menukil bantahan dari Ibnu Taimiyah terhadap klaim ilham dan kasyf yang dianggap ma'shum (terjaga dari kesalahan) itu sebagai berikut:

"Umat ini tidak membutuhkan kepada muhaddatsun dan mulhamun disebabkan telah sempurnanya risalah nabi umat ini dan telah sempurnanya syari'at beliau saw. Oleh karena itu bentuk lafadz (shighoh) hadits tersebut:

“Fain yakun fii ummatii ahadun fa 'umar”

"Jika ada di antara umatku seseorang (seperti mereka) maka Umar-lah orangnya."

Sedangkan apa yang disebutkan oleh pengarang kitab Al Fawatih merupakan pendapat subyektif dan tidak ilmiah, dan semata-mata merupakan klaim-klaim yang menyimpang tanpa ada buktinya. Dia telah mencampur adukkan di dalam nama-nama yang telah dia kumpul­kan itu, antara orang-orang yang bodoh dan orang-orang yang cer­das, antara ahlus sunnah dan ahli bid'ah, antara orang yang bertauhid dan orang yang berfaham hululi (kepercayaan bahwa Tuhan dapat menitis ke dalam makhluk) serta ittihady (kepercayaan bahwa dunia dan seisinya adalah Tuhan). Dan yang lebih mengherankan mengapa hal seperti ini ditulis dalam ilmu ushul (fiqh), padahal ilmu ushul merupakan timbangan akal dan logika manqul (penalaran yang masuk akal dan berdasarkan dalil-dalil naqli)!

Apa yang dikatakan oleh pengarang kitab Al-Fawatih ini dan orang-orang yang seperti dia, mirip dengan apa yang dikatakan oleh kaum syi'ah tentang imam-imam mereka, padahal perkataan seperti ini amat sangat diingkari oleh ahlus sunnah.

Pendapat kaum syi'ah itsna 'asyariyah telah sampai kepada puncaknya dengan menyatakan kema'shuman ilham para imam mereka yang dua belas. Maka, apa saja yang diilhamkan kepada mereka (para imam yang 12) tidak mungkin akan berlaku padanya kemungki­nan salah, karena apa yang diilhamkan kepada mereka bukan tumbuh dari hasil ijtihad, seperti hasil ijtihadnya para imam madzhab fiqh, yang kemungkinan benar dan kemungkinan salah, sehingga yang benar diberikan pahala dengan dua pahala, dan yang salah diberi satu pahala. Sesungguhnya ilham mereka adalah ilham yang datang dari Allah untuk seorang imam, dimana Allah akan menyingkapkan baginya dengan ilham tersebut perkara yang gaib bagi orang lain, dan ilham tersebut pasti benar, baik berupa kabar ataupun hukum. Jika berupa kabar maka pasti benar dan jika berupa hukum maka pasti adil dan tidak perlu dibantah lagi!

Dengan keyakinan seperti ini mereka pada hakekatnya telah menetapkan sifat 'Isham (suci dari kesalahan) kepada selain Rasulullah saw dan juga berarti telah mewajibkan ketaatan kepada selain Allah dan Rasul-Nya, yang mana keyakinan demikian tentu bertolak belakang dengan apa yang telah diputuskan oleh hukum-hukum yang sudah jelas (muhkamat) di dalam al-Quranul Karim, dan penjelasan-penjelasan hadits yang mulia.

Kemudian Ibnu Taimiyah seperti dikutip Dr Yusuf Al-Qardhawi menegaskan bahwa tidak ada yang suci dari kesalahan (Ishmah) selain Al-Quran dan As-Sunnah. Penjelasannya sebagai berikut:

Di antara kewajiban yang mesti kami putuskan di sini dengan sejelas-jelasnya dan seyakin-yakinnya, yang tidak tercampuri oleh keraguan adalah: Bahwasanya tidak ada yang suci dari kesalahan ('ishmah) selain sesuatu yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan. Dan setiap orang setelah itu perkataannya (pendapatnya) bisa diambil (diterima) dan bisa ditolak. Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kita untuk merujuk kepada kitab-Nya dan sunnah nabi-Nya dalam rangka mengetahui hukum-hukum syari'at-Nya. Allah swt berfirman:

"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya." (QS 7:3).

Dan Allah berfirman: "Katakanlah" 'Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul..." (QS 24:54).

Dan Allah berfirman: "Dan jika kamu taat kepadanya (Rasul), niscaya kamu pasti akan mendapat petunjuk..." (QS 24:54).

Dan Allah berfirman: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (QS 59:7).

Dan Allah berfrman: "Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih." (QS 24:63).

Dan Allah berfirman: "Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul-Nya (Sunnah­nya)." (QS 4:59).

Selanjutnya, Ibnu Taimiyah seperti dikutip Al-Qardhawi mene­gaskan: Dan Allah swt tidak memerintahkan kepada kita untuk merujuk (kembali) kepada hati-hati kita, atau perasaan batin kita (dzauq), atau kepada lintasan-lintasan hati kita, serta perkara gaib yang tersingkap bagi kita. Karena sesuatu yang berasal dari hal demikian itu tidak ada jaminan suci dari kesalahan baginya, karena suatu saat bisa benar dan pada saat yang lain bisa salah.

Syaikh Abul Hasan Asy Syadzily mengatakan:

"Sungguh telah ada bagi kita jaminan 'ishmah (suci dari kesala­han) dalam hal yang datang dari Al-Kitab (Al-Quran) dan As-Snnah, dan tidak ada bagi kita jaminan 'ishmah (suci dari kesalahan) dalam hal kasyf dan ilham." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menukil dari Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili di dalam fatwa-fatwanya (Al-Hikam), Majmu'ul Fatawa: 2/91, dikutip oleh Dr Yusuf Al-Qardhawy, Sikap Islam terhadap Ilham, Kasyf... hal 82-84).

Tentang keyakinan shufi mengenai kasyf itu di antaranya dije­laskan oleh Ibnu 'Arabi dalam kitab Futuhatnya dan Al-Jili dalam Insanul Kamil-nya. Sedangkan al-Ghazali sendiri telah mengakui bahwa ia tidak memperoleh keyakinan sesudah dihinggapi syak dan kesangsian kecuali dengan perantaraan kasyf. Yaitu setelah ia beri'tikaf beberapa tahun di menara Masjid Damaskus dan di Masjid Baitul Maqdis. (Lihat kitab Al-Ghazali, Al-Munqidzu minaddholaal, dan Al-lamus Syamikh hal. 370, dan Akhlaq, hal. 42, seperti dikutip HSA Al-Hamdani dalam Sanggahan terhadap tashawuf... hal 16).

Kasyf Syaithani dan Kasyf Haqiqi

Sorotan yang tajam terhadap batilnya kasyf ini juga ditulis oleh Al Allamah Muhammad Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar. Dr Yusuf Al-Qardhawi mengutipnya sebagai berikut:

Bahwa ilham atau kasyf semata-mata merupakan salah satu contoh dari pengetahuan jiwa yang berbicara, tidak tetap (baku) dan tidak teratur. Dan bukan merupakan pengetahuan yang berlandaskan kepada akal dan tidak pula bersandarkan kepada dalil syar'i, akan tetapi cuma merupakan pengetahuan yang kurang, yang terkadang salah terkadang benar, dan sebab-sebabnya yang alamiah pun mudah untuk diketahui. Sebagian ada yang bersifat bawaan (fithry), sebagian ada yang diperoleh dengan usaha (kasby) dan sebagian lagi hasil ciptaan (shina'i), seperti hipnotis yang dikenal di abad ini, dan apa yang mereka namakan dengan membaca fikiran, komunikasi fikiran, dan yang mereka serupakan dengan transfer berita lewat kawat listrik maupun transfer berita tanpa kawat listrik.

Pengetahuan seperti ini tentu bisa dikuasai oleh orang mu'min maupun orang kafir, orang yang baik maupun orang yang jahat, sebagaimana diakui oleh para shufi muslim bahwa pengetahuan semacam ini dikuasai pula oleh shufi beragama hindu. Para shufi muslim mengakui bahwa pengetahuan yang dikuasai oleh mereka bercampur aduk dengan pengelabuan syetan, dan sedikit sekali orang yang mempunyai kemampuan untuk membedakan antara kasyf syaithani (kasyf yang berasal dari syetan) dan kasyf haqiqi (sesungguhnya), dan tidaklah boleh dinamakan kasyf haqiqi kecuali jika bersesuaian dengan nash yang qoth'i (nash/ teks ayat atau hadits yang pasti).

Di antara berbagai bukti kesalahan dan kepalsuan serta khaya­lan yang ada pada kasyf mereka, yang biasa mereka namakan dengan An-Nurany (yang berkilauan), dan apa yang mereka sebutkan di dalam kasyf mereka berupa pengetahuan mereka yang bermacam-macam, berdasarkan keberagaman pengetahuan mereka tentang seni, kekhura­fatan dan syari'ah adalah terjadinya pertentangan para ahlinya dan saling salah menyalahkan satu sama lain dalam hal ini. Oleh karena itu, anda akan mengetahui sebagian dari mereka menyebutkan di dalam kasyfnya Jabal Qof (gunung qof) yang mengelilingi bumi!

Dan Al hayyah (ular) yang mengelilinginya! Sebagaimana dapat anda ketahui dalam biografi Asy Sya'rani oleh Syaikh Abu Madyan, yang isinya merupakan kekhurafatan-kekhurafatan yang tidak ada hake­katnya.

Di antara mereka ada pula yang menyebutkan di dalam kasyfnya bintang-bintang dan tempat peredarannya dengan cara Yunani yang batil. Dan kebanyakan mereka menyebutkan di dalam ksyf mereka hadits-hadits yang maudhu' (palsu), walaupun mereka dan orang-orang yang terfitnah dengan kasyf mereka ditentang oleh ulama

hadits. Mereka mengatakan: 'Sesungguhnya sebuah hadits terkadang dianggap shahih dalam kasyf kami, walaupun hadits tersebut tidak shahih menurut riwayat-riwayat kalian (ahli hadits), dan kasyf kamilah yang lebih benar, karena kasyf kami berasal dari ilmul yaqin sedangkan ilmu kalian berasal dari dugaan (dhon)!'

Kesimpulannya adalah, bahwa kasyf ini adalah urusannya sendiri dan urusan para ahlinya, jika sah bagi kita untuk membenarkannya tentu ketika tidak terjadi pertentangan dengan syari'at, aqidah-aqidahnya serta hukum-hukumnya. Maka tidak dibenarkan bagi orang yang beriman kepada kitabullah dan sunnah rasul-Nya membenarkan sebagian dari kasyf yang jelas-jelas bertentangan dengan Al-Quran

dan Sunnah. Dan tidak dibenarkan pula menetapkan kasyf dengan didasari perintah dari alam gaib selama tidak ditetapkan oleh Al-Quran dan Sunnah. lagi pula kita tidak membutuhkan semua ini (kasyf seperti ini). (Tafsir Al-Manar oleh Al Allamah Muhammad Rasyid Ridha, Jilid 11/447, cetakan keempat, seperti dikutip Dr Yusuf Al-Qardhawi, Sikap Islam terhadap Ilham, Kasyf... hal. 86-87).

Penjelasan-penjelasan tersebut sangat gamblang bahwa kasyf shufi itu batil. Orang mu'min maupun kafir bisa memperolehnya, orang jahat maupun shalih dapat juga, sebagaimana hasil kasyf itu ada yang dari syaitan, dan ada yang mengandung kebenaran, tidak ada patokannya. Maka ketika ungkapan semacam ini saya ajukan

kepada guru besar tasawwuf dengan ungkapan bahwa Joyoboyo yang bukan Islam pun bisa mendapatkan kasyf itu; ternyata Pak Guru Besar Tasawwuf itu marah, dan tidak ada jawaban pasti, seperti sudah kami kemukakan di atas. Masihkah mereka mau mengklaim kebenaran kasyf dengan cara lain lagi selain marah-marah dan bicara ngaco (tidak teratur)?

Dan dari sinilah bisa kita fahami, kenapa orang-orang Syi'ah, sekluer, dan pengacau Islam kini justru ramai-ramai menjajakan tasawwuf. Ternyata, dalam hal kepercayaan/ aqidah maupun sikap mereka terhadap hadits adalah sama-sama, yaitu mengacaukan. Hingga ketatnya aqidah dalam Islam ini jelas-jelas mereka tabrak, sedang ketatnya pembatasan tentang keshahihan hadits pun terang-terang mereka tabrak pula. Bila aqidah, suatu fondasi tempat berdirinya Islam, telah mereka kacaukan, dan hadits sebagai landasan utama yang kedua setelah Al-Quran telah mereka halalkan untuk dipalsukan dengan cara mengklaim ke-kasyf-an untuk mensha­hihkan kepalsuan, maka hancurlah Islam ini. Masih pula ditambahi dengan tabiat shufi yang tunduk patuh bahkan sering mendukung kepada penguasa dhalim --walaupun menghancurkan Islam-- maka sempurnalah konspirasi dan konvigurasi mereka (shufi, syi'ah, sekluer, munafiqin, kafirin, musyrikin, pengacau agama, dukun, paranormal, ahli bid'ah, politikus licik anti Islam, dan penguasa dhalim) dalam menghancurkan Islam dengan wajah yang pura-pura teduh karena berkedok main batin. Maka waspadalah wahai saudara-saudaraku Ummat Islam, jangan sampai tertipu oleh permainan mereka yang sudah dibabat oleh para ulama pada awal abad keempat Hijriyah dengan dibunuh dan disalibnya dedengkot shufi bernama Al-Hallaj, namun kemudian digali dan dihidup-hidupkan lagi oleh para orientalis Barat antek penjajah anti Islam, kemudian dikem­bangkan lagi oleh antek-antek orientalis di mana-mana sampai kini lewat aneka sarana. Mudah-mudahan Allah memberi kekuatan kepada para pengamal Islam dan penyerunya yang setia dan istiqomah hingga mampu menghancurkan kebatilan mereka yang mengancam Islam itu.
Amien.

2 komentar:

Ayahnya Al Mulk mengatakan...

Ass.WrWb
Kasyf, berbeda dengan ilmu kebatinan. Kasyf tidak bisa dicari. Kasyf hanya diberikan kepada orang2 yang bersih hatinya. Umar Bin Khotob, saat kotbah jumat melihat tentaranya terdesak sehingga beliau berteriak "Ya Sariah Bukit ! Bukit ! teriakan Umar ini terdengar oleh Sariah pemimpin perang saat itu walaupun jarak antara Umar dan medan pertempuran ribuan mill jauhnya. Dari salah satu contoh itu menunjukan bahwa umar memperoleh Kasyf ( Dibukanya Hijab sehingga dapat melihat suatu yang tidak diketahui orang lain ) Rosulullah bersabda "Jika hati manusia tidak dikerubuti syaiton2, niscaya manusia akan melihat kerajaan langit" Maklum saja kita yang tidak pernah memperoleh derajat Kasyf tidak akan pernah percaya adanya Kasyf. Karena memang Allah Maha Adil, mereka yang memperoleh derajat Kasyf adalah mereka yang dekat dengan-Nya dan bisa dipercaya. Contoh kecil, ketika kita dekat dengan seseorang, maka tidak segan-segan kita memberikan rahasia apa yang kita tahu. Tetapi Allah sebenarnya tidak mempunyai rahasia, kecuali kiamat. Yang kita anggap "rahasia" Allah mungkin kita pun akan diberikan saat hati kita mampu ( bersih ) tapi sayangnya banyak majelis pengajian, tulisan yang menghujat muslim lain bahkan memfitnah...maklum saja jika golongan mereka tidak pernah mendapat Kasyf sehingga tidak mempercayai adanya Kasyf karena hati mereka masih dikerubuti setan. Saya koreksi tentang Wahdatul Wujud, bukan Wahdatul Wujud ( Kesatuan Wujud ) yang benar adalah Kesatuan Penyaksian Jiwa. Karena itu, jika pengetahuan seseorang tidak memadai terhadap apa yang dikaji tidak perlu berdakwah atau mengkaji sesuatu yang bukan ahlinya karena akan timbul fitnah, apalagi yang difitnah adalah saudaranya sendiri sesama umat muslim. Saya sangat ingin meluruskan tulisan-tulisan di Blog ini hanya saja waktu dan tempat sangat terbatas. Wass

Ayahnya Al Mulk mengatakan...

Ass.WrWb
Kasyf, berbeda dengan ilmu kebatinan. Kasyf tidak bisa dicari. Kasyf hanya diberikan kepada orang2 yang bersih hatinya. Umar Bin Khotob, saat kotbah jumat melihat tentaranya terdesak sehingga beliau berteriak "Ya Sariah Bukit ! Bukit ! teriakan Umar ini terdengar oleh Sariah pemimpin perang saat itu walaupun jarak antara Umar dan medan pertempuran ribuan mill jauhnya. Dari salah satu contoh itu menunjukan bahwa umar memperoleh Kasyf ( Dibukanya Hijab sehingga dapat melihat suatu yang tidak diketahui orang lain ) Rosulullah bersabda "Jika hati manusia tidak dikerubuti syaiton2, niscaya manusia akan melihat kerajaan langit" Maklum saja kita yang tidak pernah memperoleh derajat Kasyf tidak akan pernah percaya adanya Kasyf. Karena memang Allah Maha Adil, mereka yang memperoleh derajat Kasyf adalah mereka yang dekat dengan-Nya dan bisa dipercaya. Contoh kecil, ketika kita dekat dengan seseorang, maka tidak segan-segan kita memberikan rahasia apa yang kita tahu. Tetapi Allah sebenarnya tidak mempunyai rahasia, kecuali kiamat. Yang kita anggap "rahasia" Allah mungkin kita pun akan diberikan saat hati kita mampu ( bersih ) tapi sayangnya banyak majelis pengajian, tulisan yang menghujat muslim lain bahkan memfitnah...maklum saja jika golongan mereka tidak pernah mendapat Kasyf sehingga tidak mempercayai adanya Kasyf karena hati mereka masih dikerubuti setan. Saya koreksi tentang Wahdatul Wujud, bukan Wahdatul Wujud ( Kesatuan Wujud ) yang benar adalah Kesatuan Penyaksian Jiwa. Karena itu, jika pengetahuan seseorang tidak memadai terhadap apa yang dikaji tidak perlu berdakwah atau mengkaji sesuatu yang bukan ahlinya karena akan timbul fitnah, apalagi yang difitnah adalah saudaranya sendiri sesama umat muslim. Saya sangat ingin meluruskan tulisan-tulisan di Blog ini hanya saja waktu dan tempat sangat terbatas. Wass

kasyf, khurafat dari sufi

Tingkatan atau derajat tinggi yang diklaim oleh orang shufi ada pula yang mereka namakan kasyf (tersingkapnya tabir).

Kasyf, menurut kaum shufi adalah melihat hal yang ghaib dan menyaksikannya dengan tegas. Dengan demikian mereka mengaku atau meyakini, kalau sampai pada derajat kasyf itu maka mereka dapat mengetahui hal-hal yang gelap, rahasia-rahasia yang tersembunyi, dan memecahkan segala soal-soal yang pelik. (lihat HSA Al-Hamda­ni, Sanggahan terhadap Tashawuf dan Ahli Sufi, PT Al-Ma'arif

Bandung, cet. kedua, 1972, hal. 16).

Di antaranya ialah kepandaian membedakan hadits yang shahih dari yang dha'if (lemah). Maksud tujuannya ialah memperkuat madzhab dan kepercayaannya dengan hadits-hadits yang dibikin-bikin dan hadits-hadits yang dha'if, lalu dianggap sebagai hadits shahih dengan perantaraan kasyf itu. (ibid, hal 16).

Orang-orang yang meyakini kasyf membantah ulama yang tidak mau menjadikan lintasan-lintasan hati kaum shufi dan ilham-ilham mereka sebagai hujjah dalam hukum Islam. Karena kaum shufi meyak­ini bahwa ilham-ilham, lintasan-lintasan hati shufi, dan kasyfnya itu tidak mungkin akan salah. Hingga seorang pengarang kitab Fawatihur rahamaut syarah musallamits tsubut di dalam ushul fiqh, dan dia termasuk salah seorang yang memiliki kecenderungan shufi yang dhahir, menyanggah Al-Allamah Ibnul Hammam Al-Hanafi, yang menafikan atau menolak ilham sama sekali sebagai hujjah. Penga­rang kitab Fawatih (yang shufi itu) mengatakan:

"Sesungguhnya ilham tidak akan terjadi kecuali disertai penciptaan ilmu dharuri (ilmu yang ada dengan sendirinya) yang datang dari sisi Allah SWT, atau dari ruh Muhammady (ruh Nabi Muhammad). Maka pada saat itu tidak akan ada keraguan yang timbul akibat adanya kesalahan padanya (ilham). Ilmu seperti ini dera­jatnya lebih tinggi dibanding ilmu yang dihasilkan dengan dalil-dalil yang tidak qoth'i (tidak pasti). Maka aneh sekali, seorang syeikh seperti Al-Allamah Ibnul Hammam Al Hanafy menolak salah satu bejana ilmu. Barangkali beliau beranggapan bahwasanya ilham itu adalah sesuatu yang terjadi di dalam hati yang berasal dari

lintasan-lintasan hati, padahal bukan demikian. Apakah kamu belum mendengar atau mengetahui apa yang telah ditulis oleh Syaikh Quthbu Waqtihi (wali quthub pada zamannya) yaitu Abu Yazid Al-Bustamy -semoga Allah mensucikan kerahasiaannya yang mulia- terhadap sebagian ahli hadits: 'Kamu mengambil ilmu dari yang telah menjadi mayit, kemudian kalian kaitkan kepada Rasulullah saw, sedangkan kami mengambil ilmu dari Yang Maha Hidup dan Tidak

Pernah Akan Mati (Allah)!' (kitab Fawatihur Rahamaut, dicetak menjadi satu dengan kitab Al Mustashfa karya Imam Ghazaly: 2/372, seperti dikutip Dr Yusuf Al-Qardhawy dalam Mawaqiful Islam minal Ilham wal Kasyf..... diterjemahkan menjadi Sifat Islam terhadap Ilham, Kasyf, Mimpi, Jimat, Perdukunan, dan Jampi, Bina Tsaqafah Jakarta, cet I, 1417H/ 1997, hal 79-80).

Kemudian Dr Yusuf Al-Qardhawi menukil bantahan dari Ibnu Taimiyah terhadap klaim ilham dan kasyf yang dianggap ma'shum (terjaga dari kesalahan) itu sebagai berikut:

"Umat ini tidak membutuhkan kepada muhaddatsun dan mulhamun disebabkan telah sempurnanya risalah nabi umat ini dan telah sempurnanya syari'at beliau saw. Oleh karena itu bentuk lafadz (shighoh) hadits tersebut:

“Fain yakun fii ummatii ahadun fa 'umar”

"Jika ada di antara umatku seseorang (seperti mereka) maka Umar-lah orangnya."

Sedangkan apa yang disebutkan oleh pengarang kitab Al Fawatih merupakan pendapat subyektif dan tidak ilmiah, dan semata-mata merupakan klaim-klaim yang menyimpang tanpa ada buktinya. Dia telah mencampur adukkan di dalam nama-nama yang telah dia kumpul­kan itu, antara orang-orang yang bodoh dan orang-orang yang cer­das, antara ahlus sunnah dan ahli bid'ah, antara orang yang bertauhid dan orang yang berfaham hululi (kepercayaan bahwa Tuhan dapat menitis ke dalam makhluk) serta ittihady (kepercayaan bahwa dunia dan seisinya adalah Tuhan). Dan yang lebih mengherankan mengapa hal seperti ini ditulis dalam ilmu ushul (fiqh), padahal ilmu ushul merupakan timbangan akal dan logika manqul (penalaran yang masuk akal dan berdasarkan dalil-dalil naqli)!

Apa yang dikatakan oleh pengarang kitab Al-Fawatih ini dan orang-orang yang seperti dia, mirip dengan apa yang dikatakan oleh kaum syi'ah tentang imam-imam mereka, padahal perkataan seperti ini amat sangat diingkari oleh ahlus sunnah.

Pendapat kaum syi'ah itsna 'asyariyah telah sampai kepada puncaknya dengan menyatakan kema'shuman ilham para imam mereka yang dua belas. Maka, apa saja yang diilhamkan kepada mereka (para imam yang 12) tidak mungkin akan berlaku padanya kemungki­nan salah, karena apa yang diilhamkan kepada mereka bukan tumbuh dari hasil ijtihad, seperti hasil ijtihadnya para imam madzhab fiqh, yang kemungkinan benar dan kemungkinan salah, sehingga yang benar diberikan pahala dengan dua pahala, dan yang salah diberi satu pahala. Sesungguhnya ilham mereka adalah ilham yang datang dari Allah untuk seorang imam, dimana Allah akan menyingkapkan baginya dengan ilham tersebut perkara yang gaib bagi orang lain, dan ilham tersebut pasti benar, baik berupa kabar ataupun hukum. Jika berupa kabar maka pasti benar dan jika berupa hukum maka pasti adil dan tidak perlu dibantah lagi!

Dengan keyakinan seperti ini mereka pada hakekatnya telah menetapkan sifat 'Isham (suci dari kesalahan) kepada selain Rasulullah saw dan juga berarti telah mewajibkan ketaatan kepada selain Allah dan Rasul-Nya, yang mana keyakinan demikian tentu bertolak belakang dengan apa yang telah diputuskan oleh hukum-hukum yang sudah jelas (muhkamat) di dalam al-Quranul Karim, dan penjelasan-penjelasan hadits yang mulia.

Kemudian Ibnu Taimiyah seperti dikutip Dr Yusuf Al-Qardhawi menegaskan bahwa tidak ada yang suci dari kesalahan (Ishmah) selain Al-Quran dan As-Sunnah. Penjelasannya sebagai berikut:

Di antara kewajiban yang mesti kami putuskan di sini dengan sejelas-jelasnya dan seyakin-yakinnya, yang tidak tercampuri oleh keraguan adalah: Bahwasanya tidak ada yang suci dari kesalahan ('ishmah) selain sesuatu yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan. Dan setiap orang setelah itu perkataannya (pendapatnya) bisa diambil (diterima) dan bisa ditolak. Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kita untuk merujuk kepada kitab-Nya dan sunnah nabi-Nya dalam rangka mengetahui hukum-hukum syari'at-Nya. Allah swt berfirman:

"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya." (QS 7:3).

Dan Allah berfirman: "Katakanlah" 'Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul..." (QS 24:54).

Dan Allah berfirman: "Dan jika kamu taat kepadanya (Rasul), niscaya kamu pasti akan mendapat petunjuk..." (QS 24:54).

Dan Allah berfirman: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (QS 59:7).

Dan Allah berfrman: "Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih." (QS 24:63).

Dan Allah berfirman: "Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul-Nya (Sunnah­nya)." (QS 4:59).

Selanjutnya, Ibnu Taimiyah seperti dikutip Al-Qardhawi mene­gaskan: Dan Allah swt tidak memerintahkan kepada kita untuk merujuk (kembali) kepada hati-hati kita, atau perasaan batin kita (dzauq), atau kepada lintasan-lintasan hati kita, serta perkara gaib yang tersingkap bagi kita. Karena sesuatu yang berasal dari hal demikian itu tidak ada jaminan suci dari kesalahan baginya, karena suatu saat bisa benar dan pada saat yang lain bisa salah.

Syaikh Abul Hasan Asy Syadzily mengatakan:

"Sungguh telah ada bagi kita jaminan 'ishmah (suci dari kesala­han) dalam hal yang datang dari Al-Kitab (Al-Quran) dan As-Snnah, dan tidak ada bagi kita jaminan 'ishmah (suci dari kesalahan) dalam hal kasyf dan ilham." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menukil dari Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili di dalam fatwa-fatwanya (Al-Hikam), Majmu'ul Fatawa: 2/91, dikutip oleh Dr Yusuf Al-Qardhawy, Sikap Islam terhadap Ilham, Kasyf... hal 82-84).

Tentang keyakinan shufi mengenai kasyf itu di antaranya dije­laskan oleh Ibnu 'Arabi dalam kitab Futuhatnya dan Al-Jili dalam Insanul Kamil-nya. Sedangkan al-Ghazali sendiri telah mengakui bahwa ia tidak memperoleh keyakinan sesudah dihinggapi syak dan kesangsian kecuali dengan perantaraan kasyf. Yaitu setelah ia beri'tikaf beberapa tahun di menara Masjid Damaskus dan di Masjid Baitul Maqdis. (Lihat kitab Al-Ghazali, Al-Munqidzu minaddholaal, dan Al-lamus Syamikh hal. 370, dan Akhlaq, hal. 42, seperti dikutip HSA Al-Hamdani dalam Sanggahan terhadap tashawuf... hal 16).

Kasyf Syaithani dan Kasyf Haqiqi

Sorotan yang tajam terhadap batilnya kasyf ini juga ditulis oleh Al Allamah Muhammad Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar. Dr Yusuf Al-Qardhawi mengutipnya sebagai berikut:

Bahwa ilham atau kasyf semata-mata merupakan salah satu contoh dari pengetahuan jiwa yang berbicara, tidak tetap (baku) dan tidak teratur. Dan bukan merupakan pengetahuan yang berlandaskan kepada akal dan tidak pula bersandarkan kepada dalil syar'i, akan tetapi cuma merupakan pengetahuan yang kurang, yang terkadang salah terkadang benar, dan sebab-sebabnya yang alamiah pun mudah untuk diketahui. Sebagian ada yang bersifat bawaan (fithry), sebagian ada yang diperoleh dengan usaha (kasby) dan sebagian lagi hasil ciptaan (shina'i), seperti hipnotis yang dikenal di abad ini, dan apa yang mereka namakan dengan membaca fikiran, komunikasi fikiran, dan yang mereka serupakan dengan transfer berita lewat kawat listrik maupun transfer berita tanpa kawat listrik.

Pengetahuan seperti ini tentu bisa dikuasai oleh orang mu'min maupun orang kafir, orang yang baik maupun orang yang jahat, sebagaimana diakui oleh para shufi muslim bahwa pengetahuan semacam ini dikuasai pula oleh shufi beragama hindu. Para shufi muslim mengakui bahwa pengetahuan yang dikuasai oleh mereka bercampur aduk dengan pengelabuan syetan, dan sedikit sekali orang yang mempunyai kemampuan untuk membedakan antara kasyf syaithani (kasyf yang berasal dari syetan) dan kasyf haqiqi (sesungguhnya), dan tidaklah boleh dinamakan kasyf haqiqi kecuali jika bersesuaian dengan nash yang qoth'i (nash/ teks ayat atau hadits yang pasti).

Di antara berbagai bukti kesalahan dan kepalsuan serta khaya­lan yang ada pada kasyf mereka, yang biasa mereka namakan dengan An-Nurany (yang berkilauan), dan apa yang mereka sebutkan di dalam kasyf mereka berupa pengetahuan mereka yang bermacam-macam, berdasarkan keberagaman pengetahuan mereka tentang seni, kekhura­fatan dan syari'ah adalah terjadinya pertentangan para ahlinya dan saling salah menyalahkan satu sama lain dalam hal ini. Oleh karena itu, anda akan mengetahui sebagian dari mereka menyebutkan di dalam kasyfnya Jabal Qof (gunung qof) yang mengelilingi bumi!

Dan Al hayyah (ular) yang mengelilinginya! Sebagaimana dapat anda ketahui dalam biografi Asy Sya'rani oleh Syaikh Abu Madyan, yang isinya merupakan kekhurafatan-kekhurafatan yang tidak ada hake­katnya.

Di antara mereka ada pula yang menyebutkan di dalam kasyfnya bintang-bintang dan tempat peredarannya dengan cara Yunani yang batil. Dan kebanyakan mereka menyebutkan di dalam ksyf mereka hadits-hadits yang maudhu' (palsu), walaupun mereka dan orang-orang yang terfitnah dengan kasyf mereka ditentang oleh ulama

hadits. Mereka mengatakan: 'Sesungguhnya sebuah hadits terkadang dianggap shahih dalam kasyf kami, walaupun hadits tersebut tidak shahih menurut riwayat-riwayat kalian (ahli hadits), dan kasyf kamilah yang lebih benar, karena kasyf kami berasal dari ilmul yaqin sedangkan ilmu kalian berasal dari dugaan (dhon)!'

Kesimpulannya adalah, bahwa kasyf ini adalah urusannya sendiri dan urusan para ahlinya, jika sah bagi kita untuk membenarkannya tentu ketika tidak terjadi pertentangan dengan syari'at, aqidah-aqidahnya serta hukum-hukumnya. Maka tidak dibenarkan bagi orang yang beriman kepada kitabullah dan sunnah rasul-Nya membenarkan sebagian dari kasyf yang jelas-jelas bertentangan dengan Al-Quran

dan Sunnah. Dan tidak dibenarkan pula menetapkan kasyf dengan didasari perintah dari alam gaib selama tidak ditetapkan oleh Al-Quran dan Sunnah. lagi pula kita tidak membutuhkan semua ini (kasyf seperti ini). (Tafsir Al-Manar oleh Al Allamah Muhammad Rasyid Ridha, Jilid 11/447, cetakan keempat, seperti dikutip Dr Yusuf Al-Qardhawi, Sikap Islam terhadap Ilham, Kasyf... hal. 86-87).

Penjelasan-penjelasan tersebut sangat gamblang bahwa kasyf shufi itu batil. Orang mu'min maupun kafir bisa memperolehnya, orang jahat maupun shalih dapat juga, sebagaimana hasil kasyf itu ada yang dari syaitan, dan ada yang mengandung kebenaran, tidak ada patokannya. Maka ketika ungkapan semacam ini saya ajukan

kepada guru besar tasawwuf dengan ungkapan bahwa Joyoboyo yang bukan Islam pun bisa mendapatkan kasyf itu; ternyata Pak Guru Besar Tasawwuf itu marah, dan tidak ada jawaban pasti, seperti sudah kami kemukakan di atas. Masihkah mereka mau mengklaim kebenaran kasyf dengan cara lain lagi selain marah-marah dan bicara ngaco (tidak teratur)?

Dan dari sinilah bisa kita fahami, kenapa orang-orang Syi'ah, sekluer, dan pengacau Islam kini justru ramai-ramai menjajakan tasawwuf. Ternyata, dalam hal kepercayaan/ aqidah maupun sikap mereka terhadap hadits adalah sama-sama, yaitu mengacaukan. Hingga ketatnya aqidah dalam Islam ini jelas-jelas mereka tabrak, sedang ketatnya pembatasan tentang keshahihan hadits pun terang-terang mereka tabrak pula. Bila aqidah, suatu fondasi tempat berdirinya Islam, telah mereka kacaukan, dan hadits sebagai landasan utama yang kedua setelah Al-Quran telah mereka halalkan untuk dipalsukan dengan cara mengklaim ke-kasyf-an untuk mensha­hihkan kepalsuan, maka hancurlah Islam ini. Masih pula ditambahi dengan tabiat shufi yang tunduk patuh bahkan sering mendukung kepada penguasa dhalim --walaupun menghancurkan Islam-- maka sempurnalah konspirasi dan konvigurasi mereka (shufi, syi'ah, sekluer, munafiqin, kafirin, musyrikin, pengacau agama, dukun, paranormal, ahli bid'ah, politikus licik anti Islam, dan penguasa dhalim) dalam menghancurkan Islam dengan wajah yang pura-pura teduh karena berkedok main batin. Maka waspadalah wahai saudara-saudaraku Ummat Islam, jangan sampai tertipu oleh permainan mereka yang sudah dibabat oleh para ulama pada awal abad keempat Hijriyah dengan dibunuh dan disalibnya dedengkot shufi bernama Al-Hallaj, namun kemudian digali dan dihidup-hidupkan lagi oleh para orientalis Barat antek penjajah anti Islam, kemudian dikem­bangkan lagi oleh antek-antek orientalis di mana-mana sampai kini lewat aneka sarana. Mudah-mudahan Allah memberi kekuatan kepada para pengamal Islam dan penyerunya yang setia dan istiqomah hingga mampu menghancurkan kebatilan mereka yang mengancam Islam itu.
Amien.

2 komentar:

Ayahnya Al Mulk mengatakan...

Ass.WrWb
Kasyf, berbeda dengan ilmu kebatinan. Kasyf tidak bisa dicari. Kasyf hanya diberikan kepada orang2 yang bersih hatinya. Umar Bin Khotob, saat kotbah jumat melihat tentaranya terdesak sehingga beliau berteriak "Ya Sariah Bukit ! Bukit ! teriakan Umar ini terdengar oleh Sariah pemimpin perang saat itu walaupun jarak antara Umar dan medan pertempuran ribuan mill jauhnya. Dari salah satu contoh itu menunjukan bahwa umar memperoleh Kasyf ( Dibukanya Hijab sehingga dapat melihat suatu yang tidak diketahui orang lain ) Rosulullah bersabda "Jika hati manusia tidak dikerubuti syaiton2, niscaya manusia akan melihat kerajaan langit" Maklum saja kita yang tidak pernah memperoleh derajat Kasyf tidak akan pernah percaya adanya Kasyf. Karena memang Allah Maha Adil, mereka yang memperoleh derajat Kasyf adalah mereka yang dekat dengan-Nya dan bisa dipercaya. Contoh kecil, ketika kita dekat dengan seseorang, maka tidak segan-segan kita memberikan rahasia apa yang kita tahu. Tetapi Allah sebenarnya tidak mempunyai rahasia, kecuali kiamat. Yang kita anggap "rahasia" Allah mungkin kita pun akan diberikan saat hati kita mampu ( bersih ) tapi sayangnya banyak majelis pengajian, tulisan yang menghujat muslim lain bahkan memfitnah...maklum saja jika golongan mereka tidak pernah mendapat Kasyf sehingga tidak mempercayai adanya Kasyf karena hati mereka masih dikerubuti setan. Saya koreksi tentang Wahdatul Wujud, bukan Wahdatul Wujud ( Kesatuan Wujud ) yang benar adalah Kesatuan Penyaksian Jiwa. Karena itu, jika pengetahuan seseorang tidak memadai terhadap apa yang dikaji tidak perlu berdakwah atau mengkaji sesuatu yang bukan ahlinya karena akan timbul fitnah, apalagi yang difitnah adalah saudaranya sendiri sesama umat muslim. Saya sangat ingin meluruskan tulisan-tulisan di Blog ini hanya saja waktu dan tempat sangat terbatas. Wass

Ayahnya Al Mulk mengatakan...

Ass.WrWb
Kasyf, berbeda dengan ilmu kebatinan. Kasyf tidak bisa dicari. Kasyf hanya diberikan kepada orang2 yang bersih hatinya. Umar Bin Khotob, saat kotbah jumat melihat tentaranya terdesak sehingga beliau berteriak "Ya Sariah Bukit ! Bukit ! teriakan Umar ini terdengar oleh Sariah pemimpin perang saat itu walaupun jarak antara Umar dan medan pertempuran ribuan mill jauhnya. Dari salah satu contoh itu menunjukan bahwa umar memperoleh Kasyf ( Dibukanya Hijab sehingga dapat melihat suatu yang tidak diketahui orang lain ) Rosulullah bersabda "Jika hati manusia tidak dikerubuti syaiton2, niscaya manusia akan melihat kerajaan langit" Maklum saja kita yang tidak pernah memperoleh derajat Kasyf tidak akan pernah percaya adanya Kasyf. Karena memang Allah Maha Adil, mereka yang memperoleh derajat Kasyf adalah mereka yang dekat dengan-Nya dan bisa dipercaya. Contoh kecil, ketika kita dekat dengan seseorang, maka tidak segan-segan kita memberikan rahasia apa yang kita tahu. Tetapi Allah sebenarnya tidak mempunyai rahasia, kecuali kiamat. Yang kita anggap "rahasia" Allah mungkin kita pun akan diberikan saat hati kita mampu ( bersih ) tapi sayangnya banyak majelis pengajian, tulisan yang menghujat muslim lain bahkan memfitnah...maklum saja jika golongan mereka tidak pernah mendapat Kasyf sehingga tidak mempercayai adanya Kasyf karena hati mereka masih dikerubuti setan. Saya koreksi tentang Wahdatul Wujud, bukan Wahdatul Wujud ( Kesatuan Wujud ) yang benar adalah Kesatuan Penyaksian Jiwa. Karena itu, jika pengetahuan seseorang tidak memadai terhadap apa yang dikaji tidak perlu berdakwah atau mengkaji sesuatu yang bukan ahlinya karena akan timbul fitnah, apalagi yang difitnah adalah saudaranya sendiri sesama umat muslim. Saya sangat ingin meluruskan tulisan-tulisan di Blog ini hanya saja waktu dan tempat sangat terbatas. Wass

Thariqat

Tarikat atau tarekat berasal dari lafal Arab thariqah artinya jalan. Kemudian mereka maksudkan sebagai jalan menuju Tuhan; Ilmu batin, Tasawuf.

Perkataan Tarikat ("jalan" bertasawuf yang bersifat praktis) lebih dikenal ketimbang tasawuf, khususnya dalam kalangan para pengikut awam yang merupakan bagian terbesar.

Tarikat tidak membicarakan filsafat tasawuf, tetapi merupakan amalan (tasawuf) atau prakarsanya. Pengalaman tarikat merupakan suatu kepatuhan secara ketat kepada peraturan-peraturan syariat Islam dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, baik yang bersi­fat ritual maupun sosial, yaitu dengan menjalankan praktek-prak­tek dan mengerjakan amalan yang bersifat sunat, baik sebelum maupun sesudah sholat wajib, dan mempratekkan riyadah. Para kyai menganggap dirinya sebagai ahli tarikat. (Leksikon Islam, Pustaka Azet Perkasa Jakarta 1988, II, hal 707).

Selanjutnya, tentang tarikat ini kami kutip dari buku tersebut (leksikon Islam), karena sudah dirangkum dengan kondisi Indonesia sehingga mudah dicerna. Setelah itu baru kami ambilkan komentar tentang tarikat dari berbagai sumber lain. Sehingga pembeberan tarikat yang kami kutip berikut ini merupakan bahan yang akan dikomentari sesudahnya.

Dalam tradisi pesantren terdapat dua bentuk tarikat: (1) yang dipratekkan menurut cara-cara yang dilakukan oleh organisasi-organisasi tarikat, (2) yang dipratekkan menurut cara di luar ketentuan organisasi-organisasi tarikat.

Tidak semua organisasi tarikat menganut sistem kepercayaan dan praktek keagamaan yang sama. Terdapat dua kelompok (a) yang sepenuhnya sejalan dengan ajaran-ajaran Al-Qur`an dan hadis; (b) yang tidak memiliki kaitan yang cukup kuat dengan Al-Qur`an dan hadis.

Berikut ini ada beberapa tarikat-tarikat yang menerangkan nama pendirinya, wafat pendirinya, tempat tarikatnya, pengaruhnya, asal-usulnya dan keterangan-keterangan yang perlu.

Tarikat Haddadiah
Tarikat yang didirikan oleh Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad yang wafat 1095M di Yaman. Banyak orang yang takut ikut tarikat­nya berhubung ratibnya yang terkenal, Ratib Al-Haddad, dipercayai sebagai doa selamat yang bermantera. Pengaruhnya tak hanya di Aceh, tapi hampir di seluruh negara Indonesia.

Tarikat Khalwatiah
Tarikat yang diprogandakan dalam abad-18 oleh Syaikh Mustafa Al-Bakri di Mesir dan Suriah. Salah seorang tokoh tarikat ini ialah Ahmad At-Tijani yang berasal dari Aljazair.

Tarikat Maulawiah
Tarikat yang didirikan oleh Maulwi Jalaluddin Ar-Rumi, meninggal dunia di Anatoila, Turki. Zikirnya disertai tarian mistik dengan cara keadaan tak sadar, agar dapat bersatu dengan Tuhan. Penga­nut-penganutnya bersifat pengasih dan tidak mengharapkan kepen­tingan diri sendiri, serta hidup sederahana menjadi teladan bagi orang lain.

Tarikat Mu`tabarah Nahdliyin
Para kyai pada tanggal 10 Oktober 1957 mendirikan suatu badan federasi bernama Pucuk Pimpinan Jam`iyah Ahli Tariqah Mu`tabarah, sebagai tindak lanjut keputusan Muktamar N.U. (nahdlatul Ulama) 1957 di Magelang. Belakangan dalam Muktamar N.U. 1979 di Semarang ditambahkan kata Nahdliyin, untuk menegaskan bahwa badan ini tetap berafiliasi kepada NU. Sejak berdirinya pimpinan tert­inggi badan ini ialah para kyai ternama dari pesantren-pesantren besar.

Dalam anggaran dasarnya dinyatakan bahwa badan ini bertujuan:

(1) meningkatkan pengamalan syariat Islam di kalangan masyarakat;
(2) mempertebal kesetiaan masyarakat kepada ajaran-ajaran dari salah satu Mazhab yang empat; dan
(3) menganjurkan para anggota agar meningkatkan amalan-amalan Ibadah dan Muamalah, sesuai dengan yang dicontohkan para ulama salihin.

Pasal 4 menyatakan bahwa badan ini akan tetap setia kepada paham Ahlussunnah wal-Jama`ah.
Alasan utama mendirikan badan federasi ini adalah:

(1) untuk membimbing organisasi-organisasi tarikat yang dinilai belum mengajarkan amalan-amalan yang sesuai dengan Al-Qur`an dan hadis;
(2) untuk mengawasi organisasi-organisasi tarikat agar tidak menyalahgunakan pengaruhnya untuk kepentingan yang tidak dibenar kan oleh ajaran-ajaran agama.

Tarikat Naqsyabandiah
Tarikat ini mula-mula didirikan di Turkestan oleh Bahiruddin Naqsyabandi (sumber lain menyebutkan, Muhammad bin Muhammad Bahauddin al-Bukhari 1317-1389M, bukan Imam Al-Bukhari perawi Hadits, pen) dan di Indonesia termasuk tarikat yang paling ber­pengaruh. Pimpinannya, Sulaiman Effendi, mempunyai markas besar yang terletak di kaki gunung Abu Qubbais di pnggiran kota Makkah. Pengikut-pengikutnya kebanyakan dari Turki dan wilayah-wilayah Hindia Belanda dulu, serta di bekas jajahan Inggris di daerah Melayu.
Pada umumnya tarikat ini paling banyak pengikutnya di Jawa sejak abad ke-19 sampai saat ini.
Tarikat ini adalah tarikat terbesar di dunia, juga di Indonesia, dan dianggap paling terawat baik. Ada seleksi untuk jadi pengi­kutnya. Markasnya di Jawa ada di Jombang, Semarang, Sukabumi, Labuhan Haji (Aceh) di pesantren Syaikh Waly, Khalidi.

Tarikat Qadiriah
Asal mulanya di Bagdad, dan dipandang paling tua. Pendirinya ialah Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani (1077-1166M). Mula-mula ia seorang ahli bahasa dan ahli Fiqih dari mazhab Hambali. Tulisannya pada umumnya berdasarkan ajaran Ahlus-Sunnah wal-Jama`ah. Ada sejumlah bukunya yang ditulis oleh murid-muridnya yang menceritakan kesaktiannya.

Pelajaran Tarikat Qadiriah tidak jauh berbeda dari pelajaran Islam umum. Hanya saja tarikat ini mementingkan kasih sayang terhadap semua makhluk, rendah hati dan menjauhi fanatisme dalam keagamaan maupun politik. Keistimewaan tarikatnya ialah zikir dengan menyebut-nyebut nama Tuhan.

Kaum Qadiriah terlalu menyamakan Tuhan dengan manusia. Paham Qadiriah pada hakikatnya adalah sebagian dari faham Mu`tazilah, karena imam-imamnya orang mu`tazilah. (Apa yang ditulis di Leksikon Islam ini, agaknya rancu dengan aliran Qada­riyah, yaitu aliran yang menganggap bahwa manusia ini bebas dan berkuasa penuh untuk menentukan dirinya, tidak ada campur tangan Tuhan, lawan dari aliran Jabbariyah yang menganggap manusia hanya bagai wayang yang seluruhnya dijalankan oleh dalang, semuanya digerakkan oleh Tuhan tanpa ada upaya manusia, pen. Selanjutnya, Leksikon Islam itu menulis:)

Ada anggapan membaca Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jilani pada tanggal 10 malam tiap bulan bisa melepaskan kemiskinan. Karena itu manaqibnya populer, baik di Jawa maupun Sumatra. (Ini jelas bid'ah dan sesat, lihat Sorotan terhadap Kissah Maulid, Nisfu Sya'ban, Manakib Syaikh AK Jailany oleh HSAAl-Hamdany, Pekalon­gan, 1971, dan Kitab Manakib Syekh AbdulQadir Jaelani Merusak Aqidah Islam oleh Drs Imron AM, Yayasan Al-Muslimun Bangil Jatim, cetakan keenam, 1411H/ 1990, pen).
Kadang kala tarikat ini digabung dengan Naqsyabandiah menjadi Tarikat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Seperti halnya di Suryalaya (Tasikmalaya Jawa Barat, dipimpin Abah Anom, yang sering dikun­jungi Harun Nasution, pen) dan Jombang (Jawa Timur, daerah kelah­iran Presiden Gus Dur, pen).

Tarikat Qadiriah Naqsyabandiah
Gabungan ajaran dua tarikat, yaitu Tarikat Qadiriah dan Tarikat Naqsyabandiah. Pendirinya Syaikh Khatib Sambas. Tarikat ini merupakan sarana yang sangat penting bagi penyebaran agama Islam di Indonesia dan Malaya dari pusatnya di Makkah antara pertenga­han abad ke-19 sampai dengan perempat pertama abad ke-20.

Tarikat Rifa'iah
Didirikan oleh Syaikh Ahmad bin Ali-Abul Abbas (wafat 578H/1183M). Syaikh Ahmad, yang konon guru Syaikh Abdul Qadir Jilani, begitu asyik berzikir hingga tubuhnya terangkat ke atas, ke angkasa. Tangannya menepuk-nepuk dadanya. Kemudian Allah memerintahkan kepada bidadari untuk memberinya rebana di dadanya, daripada menepuk-nepuk dada.
Tapi Syaikh Ahmad tidak ingat apa-apa; begitu khusuknya, sehingga ia tak mendengar suara rebananya yang nyaring itu. Padahal selu­ruh dunia mendengar suara rebana itu.
Tarikat ini agak fanatik dan anggotanya dapat melakukan hal-hal yang ajaib, misalnya makan pecahan kaca, berjalan di atas api, dan sebagainya. Rifa`iah, yang memang merinci tarikatnya dengan rebana, di Aceh dulu pernah berkembang besar dan disebut Rapa'i sudah sulit mencarinya yang asli, yang masih berpegang teguh pada ajaran.

Tarikat Samaniah
Tarikat yang dikenal di Jawa Barat dan Aceh, didirikan oleh Syaikh Muhammad Saman Dari Madinah, Arab Saudi, yang wafat tahun 1702 M. Manaqib (riwayat hidup) Syaikh Saman banyak dibaca orang yang mengharap berkah. Manaqib itu ditulis oleh Syaikh Siddiq Al-Madani, murid beliau.
Di situ tertulis: "barang siapa berziarah ke makam Rasullah tanpa meminta izin kepada Syaikh Saman ziarahnya sia-sia." (Ini contoh kebatilan yang nyata, pen).
Juga disebutkan: "Siapa yang menyeru nama Syaikh tiga kali, hilang kesedihannya. Siapa yang makan-makanannya masuk surga. Siapa yang berziarah ke makamnya serta membaca doa-doa untuknya, diampuni dosanya." (ini benar-benar mengada-ada atas nama agama, na'udzubillahi min dzaalik, pen). Tarikat Saman sekarang menjadi tari Seudati di Aceh. Zikir Saman mulanya hampir sama dengan zikir-zikir yang lain. Namun kemudian berkembang menjadi zikir yang ekstrim.

Tarikat Sanusiah
Tarikat yang didirikan oleh Syaikh Muhammad bin Ali As-Sanusi, tahun 1837, di Aljazair, meninggal dunia tahun 1957. Pusat tari­kat ini di Libia.

Tarikat Siddiqiah
Asal-usul tarikat ini tidak begitu jelas, dan tidak terdapat di negara-negara lain. Muncul dan berkembang di Jombang, Jawa Timur, dimulai oleh kegiatan Kiyai Mukhtar Mukti yang mendirikan tarikat ini tahun 1953.

Tarikat Syattariah
Tarikat yang dibangun oleh Syaikh Abdullah Syattari di India. Tarikat ini di Jawa masih ada, misalnya di sekitar Madiun. Di Aceh dulu mengalami puncaknya di zaman Sultanah (Ratu) Safiatud­din. Tarikat ini dibawa oleh Syaikh Abdurra'uf Sinkil yang kemudian bergelar Syiah Kuala.

Tarikat Syaziliah
Tarikat yang didirikan oleh Ali As-Syazili, terdapat di Afrika Utara, dan Arab, juga Indonesia, walaupun tidak luas tersebarnya dan pengaruhnya relatif kecil.

Tarikat Tijaniah
Tarikat yang didirikan oleh Ahmad At-Tijani. Tarikat ini dengan cepat meluas di Afrika Barat dan di negara-negara lain, antaranya Indonesia. Di Afrika tarikat ini telah banyak yang mengislamkan orang-orang Negro. (Ahmad At-Tijani ini mengaku dirinya adalah al-qothbul maktum yang menjadi perantara/ penengah antara semua anbiya' (para nabi) dan auliya' (para wali). Lihat Ilat Tashawwuf ya 'Ibadallah oleh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Jam'iyyah Ihyait Turats al-Islami, hal 42, pen).

Tarikat Wahidiah
Tarikat yang ini didirikan oleh Kyai Majid Ma`ruf di Kedonglo, Kediri (Jawa Timur), 1963. Teoritis tarikat ini terbuka sifatnya, karena orang tidak usah mengucapkan sumpah untuk menjadi anggota: siapa saja yang mengamalkan zikir salawat wahidiah sudah dianggap sebagai anggota.

Motivasi mendirikan tarikat ini adalah meningkatkan ketaatan orang Islam kepada perintah-perintah agama. Pendirinya menganggap masyarakat Jawa dewasa ini mengalami kekosongan agama dan keji­waan. Itulah sebabnya ia mengajak masyarakat Islam agar mening­katkan ketakwaannya kepada Tuhan dengan setiap kali mengucapkan zikir "fafirruu ilallaah", artinya: "marilah kita kembali ke jalan Allah."

Begitulah beberapa tarikat dari buku Leksikon Islam 2.

Bantahan terhadap Tarikat

Ulama dan ilmuwan Indonesia yang gigih meluruskan bahkan membantah keras tentang tarekat di antaranya HSA Al-Hamdani dari Pekalongan Jawa Tengah dengan bukunya Bantahan Singkat terhadap Kelantjangan Pembela Tashawuf dan Tarekat, 1972; Sorotan-sorotan terhadap Kitab-kitab Wirid -Dzikir- Hizb Doa dan Sholawat; juga Sanggahan terhadap Tashawuf dan Ahli Shufi dan Sorotan terhadap Kissah Maulid, Nishfu Sya'ban, manakib Sjaich AK Djailany. Sang­gahan lain juga ditulis oleh Drs Yunasril Ali, dengan judul Membersihkan Tashawwuf dari Syirik, Bid'ah, dan Khurafat. Sedang Abdul Qadir Jaelani da'i dari Bogor Jawa Barat menulis bantahan dengan judul Koreksi terhadap Tasawuf. Juga bantahan-batahan yang ditulis dalam tanya jawab, misalnya oleh Ustadz Umar Hubeis dalam kitabnya, Fatawa dll.

Berikut ini kami kutip sebagian bantahan Drs Yunasril Ali, kemudian HSA Al-Hamdany. Sedang bantahan dari kitab-kitab Arab banyak pula, namun karena masalah tarekat ini orang Indonesia juga ikut-ikut mendirikannya (menciptakannya) bahkan mengorgani­sasikannya, maka kami kemukakan bantahan dari ulama dan ilmuwan Indonesia.

Drs Yunasril Ali dalam bukunya Membersihkan Tashawwuf dari Syirik, Bid'ah, dan Khurafat menjelaskan, masing-masing tarekat itu merumuskan amalan-amalannya sendiri-sendiri, sehingga antara satu dengan yang lain saling berbeda cara amaliahnya. Namun demikian amaliah yang berbeda-beda itu semuanya mereka nisbahkan kepada dua sahabat besar: Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar Shid­diq. Entah mana yang benar di antara tarekat-tarekat itu yang berasal dari Ali dan Abu Bakar, wallahu a'lam.

Dasar mereka mendirikan tarekat ialah:

1. Firman Allah SWT:
Artinya: "Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu, benar-benar Kami akan memberi minum mereka dengan air yang segar. " (QS Al-Jinn/ 72:16).

2. Firman Allah SWT:
Artinya: "Maka barangsiapa yang ingin berjumpa dengan Allah, hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia memperseku­tukan siapa pun dalam beribadah kepada Tuhan." (QS Al-Kahfi/ 18:110).

3. Hadits:
Qoola 'Aliyyubnu Abii Thoolib: Qultu: Yaa Rasuulallaah, ayyut thoriiqoti aqrobu ilallooh? Faqoola Rasuulullaahi SAW: Dzikrul­loohi.

Artinya: Ali bin Abi Thalib berkata: saya bertanya: Ya Rasulal­lah, "Manakah tarekat yang sedekat-dekatnya mencapai Tuhan? Maka Rasulullah SAW menjawab, "dzikir kepada Allah." (Dr Mustafazahri, Kunci Memahami Tasawwuf, halaman 87, seperti dikutip Drs Yunasril Ali halaman 54).

Koreksi (dari Drs Yunasril Ali): Di dalam Al-Quran didapati kata "thariqah" dan musytaqnya (pecahan kata yang berasal darinya) di sembilan tempat yaitu:

1. firman Allah SWT:
Artinya: "Mereka berkata: hai kaum kami, sesungguhnya kami men­dengar kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa, yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus." (QS Al-Ahqaaf/ 46:30).

2. Firman Allah SWT:
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kedhaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa-dosa) mereka dan tidaklah akan menunjukkan jalan kepada mereka." (QS An-Nisaa/ 4:168).

3. Firman Allah SWT (sambungan ayat no.2):
Artinya: "Kecuali jalan ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah". (QS An-Nisaa'/ 4:169).

4. Firman Allah SWT:
Artinya: "Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di antara mereka!" Kamu tidak berdiam (di dunia) melainkan sehari saja." (QS Thaha/ 20:104).

5. Firman Allah SWT:
Artinya: "Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: "Pergilah kamu dengan hamba-hambaKu (Bani Israel) di malam hari, maka bikinlah untuk mereka [1]jalan[1] yang kering di laut itu, kamu tidak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)." (QS Thah/ 20:77).

6. Firman Allah SWT:
Artinya: "Mereka berkata: "Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama." (QS Thaha/ 20:63).

7. Firman Allah SWT:
Artinya: "Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu benar-benar Kami akan memberi minum mereka dengan air yang segar." (QS Al-Jinn/ 72:16).

8. Firman Allah SWT:
Artinya: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh langit); dan Kami tidaklah lengah terha­dap ciptaan (Kami)". (QS Al-Mu'minuun/ 23:17).

9. Dan Firman Allah SWT:
Artinya: "Dan sesungguhnya di antara Kami ada orang-orang yang shalih dan di antara Kami ada pula orang yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda." (QS Al-Jinn/ 72:11).

Demikianlah penulis kutip di sini 9 buah kata "thariqah" dan musytaqnya yang terdapat dalam kitab suci Al-Quran. Tidak satupun yang menunjukkan kepada tarekat yang dipropagandakan oleh penga­nutnya, yang mereka berdzikir tanpa sadar diri dan tidak pula ingat kepada Tuhan lagi.

Untuk lebih jelas, penulis kemukakan arti thoriqoh dalam ayat-ayat di atas dengan mengutipnya dari tafsir-tafsir yang mu'tabar, sebagai berikut:

1. Kata "thariqin" dalam surat al-Ahqaf ayat 30 artinya ialah "Agama Islam" (Al-Qasimy, Tafsir Mahasinut Ta'wil, juz XV hal. 94).
2. Kata "thariqon" dalam surat An-Nisaa' ayat 168 artinya ialah "satu jalan dari jalan-jalan menuju jahannam". (Al-Jalalain, Tafsir Al-Quranil Kariem, juz I, hal. 94).
3. Kata "thoriqo jahannam" dalam Surat An-Nisaa' ayat 169 artinya ialah "jalan yang menyampaikan orang menuju jahannam". (ibid).
4. Kata "thoriqoh" dalam Surat Thaha ayat 104 artinya ialah "jalan" (ibid, juz II, hal 26). Ada pula ahli tafsir yang mengatakan "jalan yang lurus" di sini ialah orang yang agak lurus pikirannya atau amalnya di antara orang-orang yang berdosa itu.

(Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, note hal. 488).

5. Kata "thoriqon" dalam S Thaha ayat 77 berarti "Allah menger­ingkan bumi sebagai jalan bagi Musa dan kaumnya." (Al-Jalalain, opcit, juz II, hal. 24).
6. Kata "thoriqoh" dalam S Thaha ayat 63 ada yang mengartikannya dengan "keyakinan (agama)" (Departemen Agama RI, Opcit, hal. 482). Dan ada pula yang menafsirkannya dengan "Bani Israel". (Az-Zamakhsyary, Tafsir Al-Kassyaf, Jilid II, hal. 543).
7. Kata "thoriqoh" dalam S Al-Jinn ayat 16 artinya "jalan kebena­ran dan keadilan". (Al-Qasimi, Tafsir Mahasinut Ta'wil, juz XVI, hal. 5950).
8. Kata "thoroiq" dalam surat al-Mu'minun ayat 17 artinya "lan­git", thoroiq kata jama' dari thoriqoh, karena dia adalah jalan-jalan malaikat." (Al-Jalalain, opcit, juz II, hal. 45).
9. Kata "thoroiq" dalam S Al-Jinn ayat 11 artinya "Golongan yang berbeda pendapat di kalangan muslimin dan kafir." (ibid, hal. 240).

Inilah artinya kata "thoriqoh" dan musytaqnya yang ada dalam Al-Quran. Tidak satupun dari kata-kata itu yang menunjukkan metode ibadah dalam tasawwuf. Memang ada thoriqoh yang berarti golongan-golongan di kalangan kaum muslimin, tetapi maksudnya ialah golongan yang berbeda pendapat dalam menafsirkan Al-Quran dan Al-Hadits. Bukan golongan yang membuat-buat tarekat tertentu yang dihasilkan oleh renungan guru.

Kalaulah benar bahwa yang dimaskud dengan tariqat di dalam ayat-ayat itu ialah penjelasan dari Al-Quran dan As-Sunnah yang secara langsung dituntunkan dan dipraktekkan oleh seorang guru kepada muridnya, seperti menuntun bagaimana cara berdiri betul dalam shalat, bagaimana cara takbir, ruku', sujud, duduk antara dua sujud, duduk tahiyyat, cara membaca bacaan-bacan shalat, dan lain-lain; sesuai dengan cara yang ditentukan oleh Rasul SAW. kepada para shahabatnya, maka tarekat seperti ini dapat penulis terima, karena tarekat ini adalah sebahagian dari as-sunnah, yang disebut dengan sunnah fi'liyah. Jadi tarekat dalam pengertian seperti ini termasuk sunnah. Dan memang tarekat (sunnah fi'liyah) yang seperti inilah yang disuruh dalam mengajarkan agama. Rasu­lullah SAW pernah membimbing seorang Badwi dalam pelaksanaan shalat, karena orang Badwi tersebut belum tepat cara ia melaksa­nakan shalat. (Lihat Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, al-Muharrar, hal. 42).

Adapun membuat-buat ibadah dengan cara baru, lantas dinamakan tarekat, ini bid'ah. Contohnya ialah seperti mengadakan dzikir lisan, dzikir qolbu dan dzikir sirr; semuanya itu tidak pernah ada diriwayatkan dari Rasul SAW. atau dari para shahabat beliau. Jadi perbuatan ibadat seperti itu adalah bid'ah yang dibuat-buat oleh para penganut tarekat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Padahal agama Islam, baik aqidah maupun tatacara ibadatnya sudah sempurna, tidak usah ditambah-tambah. (Drs Yunasril Ali, Member­sihkan Tasawwuf dari Syirik, Bid'ah, dan Khurafat, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, cet. III 1992, hal. 53-59).

Bantahan terhadap tarekat dalam polemik

Bantahan terhadap tarekat lainnya, bisa disimak polemik antara HSA Al-Hamdani dengan doktor (thabib) Rohani Sjech H Djalaluddin Ketua Umum seumur hidup Pengurus Besar PPTI di Medan.

HSA Al-Hamdani membantah orang yang menjadikan Surat Al-Fajr ayat 28 sebagai landasan tarekat sebagai berikut:

"...Anda (Thabib-Rohani Djamaluddin) antara lain menulis: Arti ma'na Tharekat pada istilah (adalah) perjalanan rohani (nurani, jiwa, hati robani) berjalan mencari Allah. Perjalanan yang bertingkat-tingkat dari satu tingkat demi satu tingkat, hingga ia bertemu Allah. Lihatlah QS al-Fajari ayat no. 28; maksudnya kira-kira: kembali (pergilah, berjalanlah, bertarekatlah kepada Tuhanmu (Allah). Kemudian Anda menulis: Mengingat ayat yang tersebut merupakan amar wajib, tentulah wajib bagi kita ber-Tharekat."

Komentar HSA Al-Hamdani ulama Al-Irsyad Pekalongan terhadap lawan polemiknya, Thabib Djamaluddin, itu sebagai berikut:

Semoga Allah mengampuni dosa anda (Thabib-Rohani Djamaluddin), karena anda telah menafsirkan ayat Tuhan semau anda sendiri! Bacalah tafsir ayat itu menurut rangkaian ayat sebelum­nya, jangan terus mendabik dada dan berkata: Saya sudah hafal bertahun-tahun di dalam fikiran saya di waktu saya mempertahankan tasawuf di masa silam... dan seterusnya. Jangan anda menafsirkan se-enaknya sendiri, dan jangan pula semau-maunya menta'wilkan arti ayat al-Quran menurut selera yang dikehendaki nafsu anda! Sebab bisa tak keruan dan bisa runyam!
Tahukah anda bahwa ayat itu (yang anda buat dalil perintah ber­tarekat) adalah kelanjutan daripada ayat yang sebelumnya yang berbunyi:

Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah, irji'ii ilaa robbiki roodhiyatam mardhiyyah, fadkhulii fii 'ibaadii wadkhulii jan­natii.

Yang artinya: Hai jiwa yang tenang (suci). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas (karena amal-amalmu yang baik semasa hidup) lagi diridhoinya (oleh Allah). Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hambaku (yang sholeh) dan masuklah ke dalam sorgaKu. (QS Al-Fajri).

Jelas bahwa khitob (ajakan bicara) itu ditujukan kepada jiwa-jiwa manusia yang sempurna imannya yang muslimin mukminin dan muttaqin pada nanti hari kiamat kelak sebagai penghargaan Allah atas amalan mereka yang baik dan sholeh. Dan kalau ayat itu anda katakan sebagai amar wajib bertarekat, maka wajib bertarekatkah anda pada hari kiamat nanti untuk mencari Allah?

HSA Hamdani melanjutkan tulisannya: Memang orang-orang ahli tharekat atau ahli shufi suka lancang dalam menafsirkan ayat-ayat semaunya sendiri seperti yang anda katakan: "Di Pakistan Barat dikatakan sulukan naksyabandi, unsurnya QS An-Nahl no. 69, mak­sudnya kira-kira: Dan laluilah jalan (Tharekat) Allah dengan patuh. Sedang ayat yang dimaksud artinya sebagai berikut:

Ayat 68 S An-Nahl: Tuhanmu telah mewahyukan kepada lebah: Buatlah rumah di atas bukit dan di atas pohon kayu dan pada apa-apa yang mereka jadikan atap.

Ayat 69: Kemudian makanlah berma­cam-macam buah-buahan dan laluilah jalan Tuhanmu, dengan mudah akan keluar dari dalam perutnya minuman (madu) yang berlain-lainan warnanya, untuk menyembuhkan penyakit manusia. Sesungguh­nya pada yang demikian itu menjadi keterangan (atas kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.

Jelas khitob ayat itu menyatakan bahwa Allah memerintahkan kepada lebah untuk mengikuti ilham yang diberikan oleh Allah kepadanya, sehingga lebah itu dapat menghasilkan madu. Maka oleh anda digunakan untuk dalil tarekat? (HSA Al-Hamdani, bantahan Singkat terhadap Kelantjangan pembela Tashawuf dan Tarekat,

Penerbit HSA Al-Hamdani, Pekalongan, cetakan pertama, 1972, halaman 14-15).

Pertanyaan selanjutnya, pembaca bisa mengajukan sendiri, misalnya: Kenapa tarekat-tarekat yang ternyata tidak ada landa­sannya dari Al-Quran maupun al-Hadits itu justru dihidup-hidup­kan? Dan kenapa justru ada organisasi yang memayungi dengan bentuk organisasi pula seperti tersebut di atas? Tugas para alim

ulama --yang istiqomah mengikuti Al-Quran dan As-Sunnah-- lah untuk melanjutkan dakwah terhadap mereka dengan hikmah dan mau­'idhah hasanah, dan kalau perlu dengan wajadilhum, yaitu mendebat mereka dengan hujjah yang lebih baik.

Faktor - Faktor Ajaran Sesat

Hasil dari penelitian Cawangan Akidah, Bahagian Penyelidikan, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, umat Islam di negara ini sentiasa terdedah kepada ajaran sesat yang berkembang hasil dari faktor-faktor berikut:-

1: Tasawuf Falsafah @ Teosofi
2: Ajaran Batiniah;
3: Ajaran Syiah;
4: Khurafat, Amalan Bomoh dan Tradisi; dan
5: Usaha menjauhkan Umat Islam dari al-Quran dan al-Sunnah.

Faktor Pertama:Tasawuf Falasafah @ Teosofi @ Wujudiah + Martabat Tujuh

a: Tasawuf Teosofi

Tasawuf Teosofi(7) menjadi punca utama kepada penyelewengan dalam ilmu tasawuf dan kepada muncul ajaran-ajaran sesat yang mana ia didapati dipengaruhi oleh pengaruh Greek, Parsi, Yahudi, Kristian dan Hindu – Buddha.

Faktor ini mengandungi berbagai-bagai konsep yang bermula dengan konsep wahdatul wujud dan seterusnya diserap kepada ajaran martabat tujuh dari karangan Syeikh Mohammad b. Fadhlullah Al-Burhanipuri, (W 1029H @ 1619M) melalui bukunya al-Tohfah Ila-Mursalah Ila Roh Al-Nabi, yang diterjemah ke bahasa Jawa tahun (1680M) kemudiannya pula disalurkan oleh beberapa tokoh Nusantara seperti Syeikh Syamsuddin al-Sumatrani (W 1690M) yang mengarang buku Jauhar al-Haqaeq, Abdul Rauf Singkel dengan kitab Daqaiq al-Huruf beliau dikatakan menuntut di Mekah selama 19 tahun dan kembali ke Acheh tahun (1661M) dan Syeikh Hamzah Fansuri (W 1606M) dalam buku-bukunya di bidang tasawuf ketuhanan terutama buku Asrar al-Arifin, Syarb al-‘Asyikin dan al-Muntahi dan berkembang pula melalui kitab al-Durr al-Nafis oleh Syeikh Mohammad Nafis al-Banjari (W 1778M) yang ditulis tahun (1200H) yang dianggap pula oleh beberapa tokoh penyelidikan sebagai mewarisi kitab al-Tohfah al-Mursalah yang dikatakan telah ditemui di Ceribon tidak lewat dari tahun 1668M oleh Abdul Muhyi seorang wali dari Jawa, yang menjadi guru kepada Bagus Norjan dari Ceribon.

Kitab ini juga tersebar di Sumatera pada abad ke-17 M. Buku ini dikatakan mempengaruhi kelanjoran buku Serat Wirid Hidayat Jati karangan Rengka Warsita (W 1873M).

Pada asasnya faktor Tasawuf Teosofi ini telah banyak mempengaruhi ajaran-ajaran yang dibawa oleh guru-buru ajaran sesat ditambah pula oleha buku Kasyr Al-Asrar oleh Syeikh Mohammad Salleh bin Abdullah al-Mengkabu yang ditulis tahun 1922M.

b: Tasawuf Wahdatul Wujud

Menurut Prof. Dr. Abdul Fatah Haron Ibrahim bahawa tasawuf wahdatul wujud dalam Islam dapat dikesan sumbernya daripada Hindu dan Neoplatonisma atau seumpama kedua-duanya (lihat Ajaran Sesat 1994) DBP hal. 13).

Menurut Haji Abdullah Fahim b. Hj. Ab. Rahman, pula bahawa buku Bahr al-Lahut iaitu kitab adunan antara kandungan al-Tohfah al-Mursalah dengan Serat Wirid dan kandungan Bahr Al-Lahut inilah yang terdapat dalam kitab Hidayah Anwar (Ajaran Taslim) dan Hakikat Insan (1985M) serta Tajalli Ahmad Laksamana (lihat Sejarah Kemunculan Ajaran Menyeleweng, hal. 55-56).

Menurut Dr. Abdul Fatah Haron bahawa martabat tujuh juga bukan dari al-Quran dan Hadis Sahih, tetapi dari falsafah Neo Platonism yang dikenal dengan teori immanasi atau as-Sudur (Lihat Beberapa Masalah Utama Dalam Tasawuf (1993M) BAHEIS, KL H. 25). Dari Kitab al-Durr al-Nafis, Maktabah Wa Matbaah Darul Maarif Pulau Pinang terdapat huraian martabat tujuh ini dari halaman 21 – 23.

Fahaman Wahdatul Wujud menganggap alam ini adalah penyataan Allah yang qadim Azali lagi abadi. Alam ini seperti ombak dan Tuhan seperti laut. Ombak itu kekal ada selagi laut itu kekal.

c: Ajaran Martabat Tujuh

Martabat Tujuh adalah satu perbincangan mengenai asal usul mula kejadian alam semesta ini. Ilmu ini termasuk dalam bidang iktiqad Tasawuf Falsafah Wahdatul Wujud.

Penjelasan maksudnya ialah bahawa Allah Yang Maha Esa Mentajalli (menampak) alam semesta daripada Dzatnya sendiri.

Pertama: Ahadiyah iaitu Martabat zat qadim, azali, abadi, martabat La Taayun ertinya martabat tidak nyata. Ahadiyah iaitu seperti menilik cermin, wahdah seperti cermin, wahdiyah seperti rupa dalam cermin, martabat La Taayun belum nyata Tuhan dengan hamba.

Kedua: Wahidiyah – Martabat Aliah Wahdah Qadim, azali, abadi, roh Qudsi yakni nyawa Muhammad, martabat Taayun Awwal iaitu nyata yang pertama, kelakuan dzat: Syuun, Martabat Muhammad. Ertinya nyawa Muhammad pada pihak pengetahuan Allah.

Ketiga: Wahdiyah, Martabat Taayun thani, nyata yang kedua iaitu Roh Adam dan Aayanthabitah namanya iaitu Kenyataannya telah ada bagi ilmu Allah bagi zat dan bagi sekalian yang maujud iaitu jalan tafsil. Tajalli hak Allah kepada martabat ini dengan nama Ar-Rahman bersifat pemurah.

Keempat: Alam Arwah iaitu alam segala nyawa dan alam roh aayan kharijah ertinya kenyataan yang sudah terbit daripada ilmuNya dan roh itu daripada kehendak Allah Taala yang dibangsakan keadaannya dengan martabat terbit daripada suruhan Tuhan kita dengan berantara sesuatu daripada pergantung.

Kelima: Alam Mithal ialah kalbu sanubari bererti tempat hati. Inilah alam segala rupa namanyaa iaitu daripada kehendak Allah Taala yang rapat terus daripada segala suku yang halus dan tiada menerima suku ertinya tiadalah menerima akan tegahan dan tiadalah menerima berciri-ciri setengahnya daripada setengahnya dan tiadalah menerima akan tebusan dan tiada menerima zakat kerana halus.

Keenam: Alam Ajsam ialah alam syahadah, alam yang dipandang, alam segala martabat yang terus daripada anasir empat, air, tanah, udara dan api dan yang tersebut daripada itu lima perkara iaitu segala batu, tumbuhan, binatang dan segala jin yang tersusun dari segala unsur, nyata Allah taala itu dengan zahir dan Muhammad namanya Mazhar.

Ketujuh: Alam Insan disebut Insan itu rahsiaKu dan Aku rahsianya martabat yang dihimpunkan segala martabat ini. (Bandingkan dengan buku dari Abdul Fatah Ajaran Sesat 1994 h. 20 – 25).

d: Nur Muhamad

Nur Muhamad ialah cahaya yang dihubungkan dengan Nabi Muhammad (s.a.w). Dari segi istilah ialah ciptaan Allah yang pertama, sebelum Dia mencipta makhlukNya yang lain. Cahaya ini dicipta dari Nur Allah, pada asal kewujudannya. Nur ini sama dengan rupa kejadian Nabi Muhammad s.a.w.

Istilah yang lain dipakai juga oleh penggemarnya iaitu al-Aql al-Awwal, al-Insan al-Kamil, Qutub, Ghaus dan lain-lain. Kaitannya dengan Martabat Tujuh, ia terletak di martabat kedua.

Pemikiran ini tidak ada dalam al-Quran dan hadis sahih, lebih-lebih lagi ia disifatkan sebagai qadim dan semua perkara yang ada dalam alam ini bersumber darinya. Bagi syiah, menggunakannya untuk meluluskan akidah mereka terhadap al-Imamah.

Manakala kaum Sufi untuk meluluskan Konsep al-Wilayah atau Kewalian, yang ada persamaannya dengan al-Imamah dalam Syiah. Orang Islam yang awal membincangkan Konsep Nur Muhamad ialah Ibnu ‘Arabi (638H/240M) dan Abdul Karim al-Jili (832H). Ini disebutkan dalam kitab-kitab karya mereka seperti al-Futuhat al-Makiyyah, Fusus al-Hikam dan al-Insan al-Kamil fi Ma’arifah al-awa’il wa al-Awakhir.

Bagi Ibnu Arabi, Nur Muhamad merupakan asal usul kejadian semua makhluk yang hidup dan sumber yang terpancar daripada ilmu para Nabi dan wali atau dengan kata lain Nur Muhamad ialah roh yang nyata dengan rupa para Nabi dan wali sejak Nabi Adam a.s. diutus hingga Nabi Muhamad s.a.w. dan sejak wujud Martabat al-Wilayah atau kenabian dalam pemikiran Sufi.

Ilmu para nabi dan wali menurut Kaum Sufi adalah suatu pancaran dari Nur Muhamad yang merupakan induk kepada segala yang wujud ini. (lihat Muhamad Ali al-Junid, Nazdariyyah, al-Imamah, al-Imamah, hal. 128) dan bandingkan dengan artikel Prof. Madya Dr. Abdul Hayei bin Abdul Shukor (UM) “Nur Muhamad: Satu Pencemaran Terhadap Akidah” (Utusan Zaman – 9 Jun 1996).

Orang yang terlibat dengan kumpulan ini dipercayai banyak memalsukan hadis bagi meluluskan teori dan cita-cita ini. Sedangkan menurut pandangan ahli Sunnah Wal Jamaah, asal kejadian Nabi Muhamad s.a.w. adalah jelas seperti dinyatakan dalam ayat 110, surah al-Kahfi, yang bermaksud;

“Katakanlah (wahai Muhamad) sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahawa Tuhan kamu hanyalah satu.”

Bagi ahli Sunnah, kepercayaan Nur Muhamad ini adalah khurafat dan tidak bersandarkan mana-man dalil yang layak menjadi sumber hukum.

Tetapi setengah kaum Sufi yang keterlaluan mendakwa bahawa ilmu mereka kasyaf, kadang-kadang dikatakan diambil terus dari Allah atau Rasulullah.

Menurut Prof. Dr. Abdulfatah Haron bin Ibrahim, bahawa Nur Muhamad tidak lebih daripada lagenda. Ia tidak ada dalam ajaran akidah Ahli Sunnah Wal Jamaah (Asyariah, Maturidiah dan Salafiah, tetapi terdapat dalam Ajaran Tasawuf Wahdatul Wujud).

Dalam kitab al-Dur al-Nafis disebutkan sebuah hadis yang bermaksud: “Mula pertama Allah jadikan ialah Nur Nabimu, hai Jabir, maka Allah jadikan Nur itu segala sesuatu dan engkau adalah daripada sesuatu itu (halaman 22).”

Hadis ini adalah hadis mauduk ( rekaan dan palsu) seperti disebut dalam Kitab al-Mawahib dalam Kasyaf al-Khifa Wa Mazil al-Albas, hal. 266).

Faktor Kedua: Ajaran Batiniah

Ajaran ini juga dikenali dengan Tasawuf Batiniah iaitu kebatinan. Pada umumnya ajaran ini dibawa melalui buku Kasyaf Al-Asrar terjemahan dan susunan oleh Syeikh Mohammad Salleh bin Abdullah Al-mangkabau yang ditulis pada tahun (1344H/1922M) (tahun 1390 telah ulang cetak ke-22 di Singapura) dan kemudiannya disalurkan melalui buku Hidayah Al-Anwar oleh Syed Ghazali Jamalullail, Pulau Pinang pada tahun 1355H/1933M) dan mengembangkan Ajaran Taslim dari bapanya Hj. Mohd. Matahari, kemudian Hj. Ahmad laksamana bin Omar Kelantan pada tahun 1985, menulis buku Hakikat Insan (1985M) dan Ilmu Tajalli (belum terbit) dan mengembangkannya ke seluruh Malaysia.

Unsur-unsur atau faktor ajaran Batiniah ini ialah berasal daripada Syiah Ismailiyah Batiniah iaitu satu gerakan yang pada mulanya dipropagandakan oleh Abdullah bin Maimon (W 165H/780M). Beliau ialah seorang bekas penganut agama Madaism (Al-Mazdakiyah) berbangsa Yahudi dari Al-Hawas, bapanya Maimon b. Dalsan al-Khaddah ialah hamba kepada Jaafar al-Sadiq iaitu salah seorang imam 12 Syiah.

Al-Khaddahlah yang mendakwa Ismail bin Jaafar al-Sidiq yang telah meninggal dunia tahun 158H dianggap sebagai ghaib dan beliau adalah Imam Mahdi Abdullah bin Maimon juga terpengaruh dengan teori angka simbolik seperti angka 7, 12 yang diambil dari 7 huruf Bismillah dan 12 huruf Lailahaillahallah kemudiannya berjumlah 19. Teori ini akhirnya diambil oleh Ismailiyah Kisaniyah dan Qaromitah.

Di kalangan pengamal ilmu hakikat seperti Taslim wujud satu amalan nikah batin, yang pda asalnya lahir dari konsep batin yang disebar oleh kumpulan Syiah Batiniah.

Nikah batin adalah satu amalan misteri bagi golongan Taslim.ereka merahsiakan amalan ini dari sesiapa. Menurut Hj. Abdullah Fahim b. Abdul Rahman, nikah batin di Malaysia ia bukan sahaja diamalkan oleh kumpulan Taslim bahkan oleh individu lain.

Menurutnya pada tahun 1986 seorang gadis berumur 19 tahun dari Kuala Lumpur membuat laporan ke Pusat Islam yang menyatakan kakaknya telah dinikah batin oleh guru yang mengubat mereka secara batin. Kakak yang tua telah melahirkan 4 orang anak dan yang muda telah dua kali menggugurkan kandungannya.

Guru itu dan kakaknya telah dibicarakan di Mahkamah Syariah Gombak Timor, Selangor atas tuduhan berzina sehingga melahirkan anak. Mereka mengaku salah dan guru tersebut tidak sebut langsung hal ‘nikah batin’, ini berlaku pada 28 Mac 1986. (Lihat catitan kaki hal. 106: Abdullah Fahim b. Hj. Abd. Rahman:

Satu Analisis Perbandingan Antara Doktrin-doktrin Dalam Ajaran Taslim, Ajaran Ahmad Laksamana dan Tarekat Naqsyabandiah Kadirun Yahya, Tesis, Fakulti Pengajian Islam UKM, 1991).

Ajaran Batiniah ialah ajaran Tasawuf yang mengandungi 3 unsur iaitu: fahaman Hulul iaitu penyerapan Tuhan dengan hamba dan Wahdatul Wujud dan semacam dengannya, faham Syariah Ismailiyah dan Batiniah dan yang semacam dengannya dan ilmu Kebatinan hasil sankratisma antara kepercayaan primitif, agama Hindu, Buddha, Tasawuf Wahdatul wujud dan ajaran Syiah terutamanya yang terdapat di negara jiran.

Antara ajaran sesat yang mengandungi unsur Batiniah ialah ajaran Taslim, ajaran Tajalli Ahmad Laksamana Kelantan. Ada doktrin wujudiah, batin, takwil, gnosis, emanasi dan kebatinan Jawa (A. Fahim Ibid. H. 193).

Faktor Ketiga: Ajaran Syiah

Yang dimaksudkan dengan ajaran Syiah di sini ialah Syiah Nusairiyah dan Nizariyyah serta Musta’liyah dan Druz . Syiah Ismailiyah berjaya menegakkan kerajaan Fatimi di Mesir tahun 358 Hijrah.

Dalam tahun 487 Imam Kerajaan Fatimi bergelar al-Mustansirbillah meninggal dunia, lalu puak Ismailiyah berpecah dua, satu mengikut Nizar bergelar Nizariyah dan satu lagi mengikut adiknya al-Musta’li lalu digelar at-Musta’liyah.

Ada lagi pecahan lain iaitu Druz dan Nasiriyah yang ada di Lubnan, Syria dan Palestin. Selain itu Syiah Dua Belas yang berakidah dengan dengan Imamah, Wasi, Ismah, Hulul Zahir – Batin. Ia mengandungi 4 konsep utama iaitu:

1: Ada zahir dan batin
2: Ada tanzil dan takwil
3: Ada takiyyah
4: Ada wasi

Di sepanjang sejarah Gerakan Syiah meninggalkan imej buruk yang penuh dengan ugutan, ancaman, pergaduhan dan kekerasan. Sikap kekerasan ini adalah warisan daripada saki baki gerakan syiah Ismailiyah yang berpusat di Aalamut yang diketuai oleh Al-Hasan al-Sabah di abad ke enam Hijrah, yang kadangkala menggunakan Hasyisy (ganja) atau seumpamanya.

Faktor Keempat: Amalan Khurafat

Berpunca dari tiga unsur Sin Kritisma, Hindu-Buddha dan Animisma dan Dinisma. Ia dijelmakan dalam amalan-amalan perbomohan dan kesaktian.

Faktor Kelima: Usaha Menjauhkan Umat Islam Dari Al-Quraan Dan As-Sunnah

Ada pihak tertentu berusaha menyeleweng umat Islam agar tidak mengamalkan ajaran al-Quran dan As-Sunnah atau salah satu darinya. Mereka terdiri dari golongan munafikin dan zindik dengan usaha tertentu antaranya:

1: Pentafsiran batin oleh golongan kebatinan dan menyatakan al-Quran ada makna zahir dan makna batin dan mendakwa yang wajib diamalkan ialah yang batin sahaja.

2: Pentafsiran dengan angka.

3: Pentafsiran palsu ke atas surah Al-Muddathir ayat 30 dan 31 oleh Rashad Khalifa.

4: Penetapan tarikh berlakunya kiamat.

002: CIRI-CIRI AJARAN SESAT

Ciri-ciri yang didapati dalam ajaran-ajaran sesat di Malahsia adalah seperti berikut:-

1: Mengaku diri atau gurunya sebagai Nabi atau wakilnya dan mendakwa menerima wahyu.

2: Mengaku diri atau gurunya sebagai Imam Al-Mahdi atau mempercayai bahawa orang-orang tertentu tidak mati dan akan muncul sebagai manusia yang istimewa seperti Imam Al-Mahdi dan sebagainya (Qadyani, Bahai, 4 Sahabat, Nasir, Mufarridiah).

3: Mempercayai bahawa roh orang yang mati menjelma semula ke dalam jasad orang yang masih hidup.

4: Mendakwa pengikut-pengikut ajaran/tarikatnya sahaja yang dijamin masuk syurga.

5: Mendakwa gurunya memegang kunci pintu syurga.

6: Mempercayai bahaw agurunya boleh menebus dosa dengan wang.

7: Mendakwa bahawa semua agama adalah sama.

8: Mempercayai bahawa orang yang telah mati boleh memberi pertolongan apabila diseru namanya.

9: Memohon kepada benda-benda tertentu seperti batu, cicin dan sebagainya untuk sampai kepada Tuhan.

10: Melakukan penyerahan rohani dan jasmani kepada guru melalui nikah batin dengan tujuan untuk mendapat anak yang soleh @ anak hakikat.

11: Mengaku Allah menjelma di dalam diri.

12: Mendakwa atau mengaku dirinya sebagai wakil Nabi yang boleh memberi syafaat kepada muridnya.

13: Mendakwa ajaran atau tarikatnya yang diamal sekarang diambil terus dari Rasulullah s.a.w. secara jaga (Yaqazah).

14: Mengaku dan mempercayai bahawa seseorang itu boleh berhubung dengan Allah melalui Nur Muhammad yang berada di dalam dirinya dan dengan demikian di dakwa pasti masuk syurga.

15: Memansuhkan syariat-syariat Islam seperti sembahyang, puasa, haji dan membuat syariat baru @ menganggapkan bila sampai kepada hakikat maka tidak perlu lagi syariat.

16: Meninggalkan sembahyang Jumaat kerana mengamalkan suluk.

17: Mendakwa bahawa Ibadat Haji tidak semestinya ditunaikan di Mekah, tetapi boleh ditunaikan di tempat-tempat yang lain.

18: Mengubah dengan sengaja ayat Al-Quran dan maskudnya.

19: Mengaku dan mempercayai bhawa azimat (tangkal) boleh memberi kesan.

20: Mendakwa bahawa setiap yang zahir ada batinnya dan setiap ayat yang diturunkan ada takwilnya seperti puasa, zakat, haji, nikah dan sebagainya ada batinnya. Mereka mendakwa orang yang mengamalkan syariah hanya kulit dan dant idak sampai kepada matlamat sebenar.

003: ANCAMAN KEPADA UMMAH DAN NEGARA

Penyebar ajaran menyeleweng telah banyak mendatangkan keburukan kepada umat dan negara. Antaranya melalui:

1: Mencela Ulama dan Fuqaha

Kebanyakan penganjur ataupun ajaran sesat didapati mendakwa diri mereka masing-masing atau dianggap oleh murid-murid atau pengikutnya sebagai manusia yang mengethaui segala isi iaitu ilmu hakikat dan mereka telah sampai maqam tinggi lalu menolak syariat, pada umumnya mereka mempunyai motif untuk mencela ulama dan fuqaha.

Dalam masa yang sama meletakkan taraf ulama kepada dua iaitu ulama zahir dan batin. Ulama zahir ialah ulama yang hanya mengetahui perkara-perkara zahir seperti ulama yang ada hari ini, sedangkan bagi diri mereka diletakkan taraf yang lebih tinggi dan kedudukannya lebih mulia kerana mengetahui rahsia batin dan ilmu hakikat.

2: Membuat Takwilan Dalam Agama

Guru ajaran sesat berani melakukan takwilan-takwilan terhadap ayat-ayat al-Quran dan Hadith Nabi s.a.w. dengan membuat huraian-huraian tanpa asas syarie.

Mereka terpengaruh dengan ajaran Batiniah dan mengguna doktrin batin dan takwil dalam menghuraikan konsep wujudiah yang dipegangnya. Hal ini boleh dilihat dalam bentuk takwil terhadap kalimah-kalimah atas lafaz-lafaz yang berkaitan dengan ibadah seperti pada angka dan pandangan huruf.

3: Kepentingan Peribadi dan Sex

Ajaran-ajaran sesat kebanyakannya adalah mempunyai motif dan kepentingan peribadi guru-guru ajaran sesat itu.

Ini termasuk kepentingan kepada kedudukan, pangkat kebendaan dan seks bebas umpamanya dengan mengamalkan Nikah Batin: yang dinikah itu namanya maknikam, maharnya ialah air mani, walinya Allah Taala, yang manikamnya Muhamad saksinya Kiraman-Katibin (dalam ajaran Tariqatul Islam).

Nikah Batin ialah nikah yang dijalankan secara rahsia oleh guru atas muridnya. Ia boleh berlaku antara guru dengan murid atau murid dengan murid, tidak terikat dengan hukum syarak. Maksud maknikam ialah perempuan yang dinikah.

4: Ingin Melemahkan Perpaduan dan Menghancurkan Agama Islam Melalui Gerakan Rahsia

Peri adanya golongan atau individu yang dengan sengaja tetapi secara halus, ingin merosakkan agama Islam memang wujud, malah sejak zaman Rasulullah dan para sahabat lagi. Tetapi mereka telah mengalami kegagalan kerana Islam telah dapat dikawal dengan ketatnya pada masa itu.

Tetapi perisai kawalan ini telah dapat ditembusi oleh seteru-teru Islam itu di zaman Khalifah Umaiyyah dan di zaman-zaman selepasnya. Mereka melakukan penyelewengan dalam berbagai-bagai segi sama ada di segi akidah atau syariah.

Di dalam keadaan tertentu mereka menafikan kebenaran sumber-sumber Islam itu sendiri dan dalam keadaan lain pula mereka menyelewengkan hukum dan syariat Islam. Hal ini dapat dilihat juga di negara ini melalui:

a: Ajaran Crypto Mokhtar Hassan di hukum di Mahkamah Syariah (Kuang Selangor, 1978) ajaran ini menafikan Al-Quran, membatalkan ibadat sembahyang dan lain-lain. Ajaran ini tidak ada sambutan.

b: Ajaran Taslim (difatwa oleh Jawatankuasa Kedah 1969) ajaran ini kadang-kadang mengurangkan pengerjaan ibadat sembahyang dan puasa.

c: Ajaran Tajalli @ Hakikat Insan Ahmad Laksamana, Kelantan (dihukum di Kelantan tahun 1986). Ajaran ini memperkecilkan ulama syariat. Ia telah merebak ke serata negeri.

d: Ajaran Mohd. Nasir Ismail Kemboja (Batu Pahat 1980) yang menafikan fardhu Jumaat serta menyalahkan orang lain, akhirnya telah menyerang Balai Polis Batu Pahat.

e: Kumpulan Anti Hadis (Jawatankuasa Fatwa Wilayah Persekutuan mengharamkannya Januari 1986, Jawatankuasa Fatwa Selangor mengharamkan November 1995).

f: Untuk memecahbelahkan perpaduan dan persaudaraan umat Islam.

Syiah yang tumbuh tahun 36H, dan sekarang Syiah di Iran, Lubnan, Pakistan dan lain-lain telah menimbulkan banyak masalah kepada dunia Islam. Di Malaysia kes Abu talib Haron @ Ahmad Habibullah Ahmad As-Salafi 34 tahun yang berkahwin dengan 10 orang (6 bermutaah) dituduh dengan 16 tuduhan berasingan (mulai dibicara bulan Julai 1994), di Johor Bahru telah menguji kewibawaan pihak berkuasa agama akhirnya beliau telah dijatuhkan hukuman penjara selama dua (2) tahun mulai Julai tahun 1995.

g: Untuk Menguji Sejauhmana Kefahaman Dan Ketaatan Umat Islam Terhadap Agamanya

Apabila mereka berjaya dengan motif tersebut, maka senanglah agama dan umat Islam dihancurkan dan diganti dengan ideologi dan sistem asing.

004: MANGSA AJARAN SESAT

Golongan yang mudah terpengaruh menjadi mangsa ajaran sesat ialah terdiri daripada:

1: mereka yang jahil dan kosong jiwa kerana tidak mempunyai pengetahuan agama yang cukup. Dan mendapat dorongn kawan-kawan supaya berguru atau belajar melalui orang-orang tertentu yang mengajar secara rahsia dan sulit;

2: mereka yang ghairah mencari ketenangan jiwa dan kesempurnan beragama terutama melalui unsur kerohanian dengan cara jalan dekat tanpa ikut sunnah; dan

3: golongan yang salah atau menyeleweng dalam hal yang berhubung dengan usul; hal ini terjadi kerana mereka kurang kemantapan dalam usul syariyyah dan tunjangan serta pengetahuan mereka yang lemah dalam hal Shaddik dan ikhlas. Mereka mendakwa diri hampir dengan Allah dan berada di makam tertinggi.

Dalam keadaan ini terdapat orang yang suka mengeksploitasikan kejahilan dan kedahagaan masyarakat kepada kesempurnaan kerohanian dan lalu digunakan untuk kepentingan tertentu, seperti untuk mendapat kekayaan, pangkat, kuasa dan sex bebas.

Di samping itu terdapat golongan yang berpegang kepada konsep kebebasan intelektualisme. Golongan ini mengagungkan rasionalisme dan pendekatan apa yang dikatakan secara sainstifik dan emparical dalam soal agama. Golongan ini membawa fahaman modenisasi dalam Islam yang bertentangan dengan akidah dan fahaman yang diiktiraf dan diterima oleh masyarakat di negara ini.

Mereka ini dengan fikiran-fikiran baru itu menggugat akidah orang yang kurang kukuh pegangannya. Dengan akhirnya menimbulkan ajaran-ajaran sesat yang membawa perpecahan dalam masyarakat.

005: IMPLIKASI TERHADAP KEMURNIAN AKIDAH DAN KESELAMATAN

Kumpulan ajaran sesat didapati sentiasa muncul dan merebak daripada satu negeri ke satu negeri yang lain atau ke seluruh negara, jika tindakan membenterasnya tidak diberikan tumpuan yang bersungguh-sungguh.

Tindakan yang diambil oleh pihak berkuasa negeri terhadap kumpulan-kumpulan ajaran sesat tertentu tidak memberi kesan yang positif kerana ia akan berpindah ke negeri-negeri lain.

Ini memerlukan tindakan bersepadu oleh semua pihak di bawah penyelarasan sebuah agensi pusat. Perancangan membanteras ajaran sesat memerlukan proses yang seragam bagi menunjukkan tindakannya berkesan dan hasilnya dapat dijangka dengan lebih tepat. Dengan demikian, JAKIM perlu diberi tugas menyelaraskan program tindakan ini.

Sudah nyata pada pandangan umum, bahawa ajaran-ajaran sesat ini telah membawa dan boleh membawa kepada beberapa akibat dan ancaman kepada agama dan keamanan. Antara akibat-akibat ancaman itu ialah;

a: Meluasnya kesesatan di segi akidah dan penyelewngan di segi ibadat orang-orang Islam. Ini dapat digambarkan melalui ajaran-ajaran sesat yang disebutkan di atas.

b: Meluasnya perpecahan dalam masyarakat Islam.
Tiap-tiap ajaran sesat mempunyai ‘Ketua Guru’ dan pengikutnya sendiri. Antara mereka mempunyai perhubungan yang rapat seolah-olah hubungan antara ‘saudara dengan saudaranya yang lain’.

Melalui ajaran yang dianuti, mereka memupuk persefahaman hidup dan jika dapat, cuba mewujudkan kumpulan atau masyarakat mereka sendiri. Dari sinilah wujudnya apa yang boleh dipanggil:

1: Masyarakat Orang Qadiani’ di Kg. Nakhoda, Selangor.
2: Masyarakat Orang Taslim’ di Yan, Kedah.
3: Masyarakat Ikhwan’ @ ‘Al-Mas’ di W. Persekutuan, Selangor dan Melaka.

Sebagaimana yang telah diketahui, ahli-ahli kumpulan masyarakat di atas antaranya tidak boleh berkahwin dengan orang yang bukan dari ahli masyarakat mereka, atas arahan dan hukum dari ajaran itu sendiri. Ini menimbulkan akibat yang buruk, bukan sahaja dari segi agama malah dari segi sosial.

c: Timbulnya berbagai-bagai keganasan di dalam masyarakat.

Keganasan yang timbul bukan sahaja sekadar mencedera dan membunuh orang lain, malah boleh membunuh diri mereka sendiri. Hal ini boleh ditunjukkan dari beberapa kejadian berikut:-

1: Pembunuhan dan tembak menembak antara polis dengan Kumpulan Ajaran Empat Sahabat, Kg. Dedap Rantau Panjang, Kelantan pada 19 Oktober 1974. Dalam kejadian ini, seorang dari kumpulan 22 orang itu telah mati tertembak dan yang lain-lain cedera parah atau cedera. Dalam pertempuran dengan anggota polis dan Rela itu mereka telah cuba bertahan dan tidak mahu menyerah sehinggalah mereka tidak berdaya lagi dan terus ditangkap. Mereka kemudiannya didakwa dan dihukum salah oleh Mahkamah Kadi Besar Kelantan pada tahun 1974 atas kesalahan mengajar ajaran salah.

2: Serangan dengan parang oleh seorang awam ke atas seorang pengikut Tarikat Naqsyabandiah Kadirun Yahya di Bukit Marak, Kelantan pada tahun 1976. Pengikut tersebut telah luka di bahu dan dimasukkan ke Hospital Besar Kota Bharu. Ini berlaku akibat dakwaan pengikut tarikat tersebut bahawa orang yang tidak memasuki tarikatnya adalah tidak betul, tidak selamat dan tidak terjamin masuk syurga.

3: Serangan Tajul Ariffin yang mendakwa dirinya Imam Mahdi, ke atas Tuan Hj. Damanhuri b. Hj. Abd. Wahab, di masjid Rapat Setia, Ipoh, Perak pada 5 Julai 1979. Ini berikutan keengganan orang lain mengiktiraf dirinya sebagai Imam Mahdi. Haji Damanhuri telah luka. Walau bagaimanapun, pemeriksaan doktor menunjukkan bahawa Tajul Ariffin adalah kurang siuman dan pernah dimasukkan ke Hospital Tanjung Rambutan untuk rawatan sakit otak.

4: Serangan pengikut-pengikut Haji Kamaruddin bin Ahmad Kajang, ke atas kuil-kuil Hindu di Selangor dan Wilayah Persekutuan dan akhirnya Kuil Hindu di Kerling, Selangor pada 19 Ogos 1979. Akibat dari serangan ini empat (4) orang dari mereka telah dicederakan hingga mati oleh penjaga-penjaga kuil tersebut.

5: Serangan kumpulan Mohd. Nasir bin Ismail (seramai 15) orang ke atas Balai Polis Batu Pahat pada pagi 16 Oktober 1980 dan mencederakan berbelas orang polis dan kakitangan Balai tersebut. Akibatnya 8 orang dari kumpulan ini, termasuk Nasir sendiri telah mati ditembak oleh Polis.

4: Berlakunya keretakan dalam keluarga.

Apabila terdapat seorang dari anggota keluarga itu, khususnya si suami yang memasuki satu-satu ajaran sesat, maka berlakulah keretakan dalam keluarganya, terutama apabila isteri tidak menyertai sama suaminya atau tidak menyokongnya. Hal ini berlaku apabila:

1: Si suami selalu menghabiskan masa siang dan malam bersama-sama guru dan pengikut yang lain dan apabila pulang ke rumah amalan-amalan di dalam ajaran tesebut diteruskan lagi dan kadang-kadang jelas pada pandangan isteri amalan dan iktikadnya sudah menyeleweng begitu juga sebaliknya.

2: Banyak harta benda dan wang dicurah dan digunakan untuk kepentingan ajaran, guru dan pengikutnya. Hal ini berlaku kepada pengikut kumpulan al-Arqam dan lain-lain. Hal yang sama berlaku pada pengikut-pengikut beberapa ajaran sesat.

3: Si suami tidak lagi mahu mencampuri sahabat handai biasa yang bukan menjadi ahli ajaran yang diikutinya. Ini menyulitkan kehidupan biasa keluarga tersebut.

Dan terdapat berbagai-bagai akibat dan bencana lain lagi hasil wujudnya ajaran-ajaran sesat ini.

006: PENUTUP

Mudah-mudahan dengan penjelasan mengenai ajaran sesat ini boleh memberi garis panduan dalam usaha pembanterasan ajaran sesat di negeri-negeri.

Disediakan oleh:

Bahagian Penyelidikan
Jabatan Kemajuan Islam Malaysia.
Kuala Lumpur
Mei 2000